“It always seems impossible until its done.”, Nelson Mandela
Berikut adalah penggalan wawancara antara saya dan penggemar setia blog saya yang suka membaca tulisan saya sampai habis dan selalu memberi komentar:
Penggemar : Selamat ya pak Gultom, sudah lulus kuliah S2 nya
Saya : Ya, terima kasih. terima kasih.
Penggemar : Bagaimana perasaan pak Gultom sekarang?
Saya : Yah..bahagia pastinya ya. Tapi rasa sedih juga ada soalnya harus berpisah dengan teman-teman di sini.
Penggemar : Oh gitu. Punya teman juga toh ternyata. Kalau pacar?
Saya : Ah. You strike me where it hurts.
Penggemar : Oh sori. sori. Tapi saya tahu perasaan pak Gultom kok. Soalnya kita kan orang yang sama. Hehehe. Anyway, pak, bisa cerita-cerita ga suka dukanya selama kuliah di Korea?
Saya : Wah, kebetulan sekali. Sebenarnya di post ini saya akan menceritakan pengalaman-pengalaman saya selama kuliah sampai lulus.
Penggemar : Oh bisa kebetulan gitu ya? Keren juga.
Saya : Iya juga ya. Tos dulu kita.
(Tos sendirian kayak orang bego)
Annyonghaseyo, Jo nen Pak Gultom ibnida. Jo nen hakseng anieyo. Bangapsubnida
“안녕하세요. 저는 박굴톰 입니다. 저는 학생 아니에요. 반갑습니다.” ”Halo, saya Pak Gultom. Saya bukan pelajar. Salam kenal.”
Hehe. 박굴톰 (baca: Park Gul Tom). Kebetulan mirip dengan Pak Gultom. (박(Park) adalah salah satu dari lima surname yang paling banyak dipakai di nama orang Korea). Kenapa hari ini banyak kebetulan sih? Mungkin karena hari ini ulang tahunnya Song Hye Kyo
Song Hye Kyo nuna sengil chukha hamnida
Anyway, hari Jumat, 24 Februari 2012, tepat dua tahun setelah kedatangan saya di Korea, saya resmi mendapat gelar Master of Engineering (M.Eng). Perasaan saya saat itu sih biasa saja dan malah banyak pertanyaan muncul di benak saya. Sudah lulus, terus? Bagaimana ke depannya? Rencana-rencana?
Kemudian saya melihat kembali hal-hal yang saya alami selama studi Master. Semua jerih payah, kesusahan dan bantuan yang menjadikan kelulusan itu sangat berharga. Bagaimana di tengah studi, dukungan finansial dari lab berhenti karena tidak ada proyek. Bagaimana saya harus meminjam uang dari teman-teman untuk membiayai kuliah. Bagaimana saya dibantu teman-teman untuk menginap di tempat mereka untuk menghemat. Bagaimana di tengah riset saya menemui jalan buntu. Bagaimana di tengah hidup saya di sini saya mengalami patah hati. It has been an emotional rollercoaster.
Tetapi, begitu saya kenakan toga, mengambil foto pertama bersama teman-teman lab dan melihat foto saya memakai toga itu, semua keletihan, kesal, sakit hati yang saya dapatkan selama proses studi sepertinya terhapus begitu saja. Semua kebimbangan dan ketidakpastian yang ada di benak saya hilang dan hanya ada satu pikiran yang muncul. “Hari ini adalah milik kamu. Nikmatilah.” Tanpa terasa, air mata pun menetes. Terima kasih Tuhan. Terima kasih teman-teman.
Kelulusan di Korea
Hari itu, di kampus saya, mulai dari gerbang utama dan di sepanjang boulevard banyak sekali lapak-lapak penjual bunga. Karangan bunga diberikan sebagai ucapan selamat atas kelulusan. Prosesi acara kelulusan dimulai pukul 11 pagi dan berlangsung selama kurang dari satu jam. Acaranya sederhana. Hanya sambutan dari rektor dan orang-orang penting dilanjutkan dengan prosesi pembacaan ijazah kepada mahasiswa-mahasiswa S3 yang maju ke mimbar. Tidak ada “Gaudeamus Igitur”. Iuvenesdum sumus. La la la la .Vivat academia. Vivat profesores. La la la la. (Saya masih ingat sedikit liriknya karena pernah ikut paduan suara dan menyanyi lagu itu saat kelulusan angkatan atas.). Tidak ada prosesi pemindahan tali. Sederhana sekali.
Setelah itu, acara dilanjutkan foto-foto pribadi.
Saya dan teman-teman Indonesia
Setelah jam makan siang, lapak-lapak sudah menghilang. Orang-orang bertoga juga sudah jarang terlihat. Sepi sekali seperti tidak terjadi apa-apa. Saya pun langsung pergi ke departemen untuk mengembalikan toga karena memang toga-toga itu hanya dipinjamkan.
Wah ternyata sudah panjang juga ya. Kalau begitu dilanjutkan nanti saja deh. Edisi nostalgia tentang kolam ikan Yangojang, salju, conference, sepeda dicuri orang, dan mungkin suatu cerita di musim gugur kedua.