Remember three things: blowing, tonguing and fingering.
—–Guru les flute
Ada dua hal yang membuat saya sedikit kecewa di hari Sabtu yang lalu. Yang pertama adalah Emart daerah Konkuk tidak menjual deodoran padahal Emart adalah supermarket besar yang levelnya ada di antara Hero – Carrefour. Deodoran adalah barang yang cukup langka di Korea. Saya jadi teringat sewaktu pertama kali ke Korea, abang saya yang sudah sekitar satu tahun tinggal di Busan menitipkan Rexona untuk saya bawa dari Indonesia.
Memangnya di Korea ga ada yang jual Rexona ya Tom?
Rexona sih tidak ada, tapi Rexena ada. Saya juga tidak tahu ini merek yang sama atau bukan. Yang jelas harganya 4500 won (40 ribu rupiah) satu batang. Deodoran saja harganya semahal itu, apalagi kalau bedak BB Harum Sari yang bisa “bikin cowok-cowok nempel kayak perangko”. Hehe. Iklan jaman SD banget. Jaman main gundu sambil nungguin Ksatria Baja Hitam jam 5 di Indosiar. Iklannya diulang-ulang tiga kali back to back.

Hal kedua yang membuat saya kecewa adalah saya terlambat datang ke medical checkup rutin untuk asuransi kesehatan dari kantor. Padahal saya sudah sengaja membatalkan kelas flute saya karena jadwalnya bentrok.
Kelas flute? Kenapa flute, Tom? Lu mau main lagu dangdut?
Hmm. Kalau langsung mengasosiasikan flute dengan lagu dangdut berarti sama seperti saya juga, sering menonton Dunia Dangdut di RCTI hari Minggu jam 8 yang dipandu Nita Thalia, Lia Natalia dan satunya lagi. Musiknya live dan flautist (pemain flute)-nya adalah yang kedua paling sering disorot saat performance. Sebenarnya saya tidak terlalu suka dangdut. Beralasan menonton acara ini karena suka lagu dangdut sama saja dengan mengatakan membaca majalah Playboy karena artikelnya bagus-bagus. Goyangan sensualnya adalah hal yang paling mendekati film porno jaman internet masih belum dimana-mana. Acara lainnya adalah photoshoot model seksi jam 2-3 di Anteve, Indosiar, RCTI. Itu adalah sebagian dari kegiatan jaman liburan SMA. Kalau Komedi Nakal nya Julia Perez itu jaman kuliah.
Sampai dimana tadi? Oh, flute. Alat musik yang pertama kali saya pelajari adalah rekorder sewaktu SMP. Bukan menyombong, tapi saya cukup ahli bermain rekorder. Sampai sekarang saja kalau disuruh main lagu “Ibu Kita Kartini” saya masih hapal.
do re mi fa sol mi do. la do si la sol. fa la sol fa mi do. re fa mi re do. dan seterusnya.
Memasuki SMA, saya mengikuti ekskul marching band bersama Gita Bahana Nusantara Marching Band (GBNMB) kebanggaan SMA Taruna Nusantara. (Cieee..) Saat itu, instrumen pilihan saya adalah Tenor Drum (bayangkan tas selempang dan ganti tasnya dengan drum). Setelah beberapa pertemuan mempelajari instrumen pilihan, diadakan audisi untuk menjadi tim inti marching band. Sayangnya, saat audisi saya gagal masuk tim inti.
Akhirnya, saya dan empat orang sisa gagal audisi lainnya diberikan alat musik tiup yang kurang populer untuk dipelajari sendiri. Tuba, flute, trombone dan tenor horn. Kami ditempatkan di barisan paling belakang. We don’t do anything, really. Tidak ada yang mengajarkan bagaimana cara bermain yang baik dan benar. Dari seluruh repertoire lagu, satu-satunya saat suara kami benar-benar terdengar karena solo hanyalah satu measure. Satu measure yang terdiri atas empat ketuk. Lima not yang kami mainkan di salah satu pembukaan fanfare. Terompet mengawali satu measure dengan suara tinggi dan kami menyusul dengan suara rendah di measure kedua. Itu saja. Di lagu lainnya, kami cuma meniup asal-asal toh tidak terdengar juga. Lima orang sisa gagal audisi yang sekarang sudah menjadi letnan satu angkatan laut, inspektur satu polisi, phd lulusan Singapura, master lulusan Jepang dan master lulusan Korea. Lumayanlah untuk ukuran orang-orang gagal audisi marching band SMA kelas satu.
Saat kuliah S2 di Busan, saya berada di satu lab dengan mahasiswa S2 part time sebagai Reserve Officer berpangkat Letnan Dua. Si mas letnan ini cukup dekat dengan saya karena selalu ingin melatih bahasa Inggrisnya yang sudah mulai menurun sejak satu tahun yang lalu ditempatkan di Filipina. Dia juga sering meminta bantuan saya untuk programming. Satu waktu, saat saya menjelaskan tentang koneksi database dengan .NET di komputer saya, dia melihat playlist youtube saya yang saat itu penuh musik klasik. Langsung saja dia mengajak saya untuk menonton konser musik klasik yang kebetulan hari itu ada di kantor Kodam (Komando Daerah Militer) daerah Busan yang terletak di Gimhae. Padahal waktu itu ada ketegangan antara Korut dan Korsel setelah kapal perang Korsel ditorpedo dan militer sedang dalam kondisi waspada. Saya berpikir sepertinya sedikit ilegal untuk orang asing masuk ke kawasan militer di tengah situasi seperti ini. Dia pun dengan sedikit ragu-ragu meyakinkan saya kalau tidak akan terjadi apa-apa asal saya tidak terlihat mencurigakan. Okelah kalau begitu, kami pun bertolak menuju Gimhae.
Di dalam Kodam, saya disuruh menunggu di dalam mobil setelah si mas letnan berkata “wait here while I clear things up.” Setelah itu, kami berjalan menuju auditorium sementara saya berusaha sebisa mungkin agar tidak terlihat mencurigakan. Di konser ini yang menampilkan pertunjukan adalah Busan Philharmonic Orchestra dan yang paling berkesan adalah flute concerto yang memainkan lagu “Arirang”, folk song-nya Korea. Saat itu adalah pertama kalinya saya mendengar suara flute diiringi orkestra secara langsung. Suara yang benar-benar surgawi.
Beberapa waktu setelah konser di Gimhae, saya tidak sengaja menonton drama Korea berjudul “Beethoven Virus”. Awalnya, seperti setiap drama Korea yang pernah saya tonton, saya menonton karena pemeran utama wanitanya cantik. Ternyata setelah beberapa episode, ceritanya cukup menarik dan musik klasiknya benar-benar menyenangkan untuk didengar. Ada satu lagu yang berjudul “Gabriel’s Oboe”. Lagu ini adalah theme song untuk film “The Mission” yang didasari kisah nyata tentang misionaris yang menyebarkan Injil di daerah Amerika Selatan. Eposide drama ini saya tonton di hari Jumat dan hari Minggunya kebetulan sekali ada orang Korea yang persembahan musik di gereja memainkan lagu yang sama dengan flute. Benar-benar kebetulan yang menyenangkan. Ada keinginan untuk suatu saat saya bisa memainkan lagu itu dengan flute.
Setelah belajar piano selama satu tahun dan punya dasar pengetahuan musik yang cukup, saya pun merasa sudah saatnya untuk belajar flute. Akhirnya saya membuat iklan di situs Craigslist berjudul “need flute lesson”.
Awalnya saya hanya ingin menceritakan tentang belajar proses belajar flute bersama guru les saya yang wanita cantik berusia 32 tahun dan bagaimana quote di atas bisa muncul di saat les. Tapi akhirnya saya malah sedikit nostalgia. Ya sudahlah, karena post ini sudah cukup panjang, maka akan saya lanjutkan di post berikut saja.