Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (13-bersambung)

“밥 주세요! (Tolong beri makanan)” sahut ibu-ibu (ajumma -아줌마) paruh baya itu sambil tergopoh-gopoh menghampiri saya. Rambutnya dikeriting seperti kebanyakan rambut ajumma Korea agar tidak terlihat tipis karena sebagian besar rambutnya telah rontok. Pakaiannya lusuh dan tanpa susunan yang jelas. Hanya lapisan demi lapisan baju untuk mencegah dingin menusuk kulit di udara yang mendekati minus empat derajat saat itu. Matanya yang kecil berbinar dan senyumnya terkembang seraya menengadahkan tangan di depan saya. “밥 주세요”, ulangnya.

Kardus berisi makanan kotakan yang saya bawa sudah kosong dan saya tertinggal cukup jauh dengan rombongan untuk memastikan persediaan masih ada dan membagikannya pada ajumma ini. “죄송합니다. 다 됬습니다. (Maaf, sudah habis)” jawab saya. Senyum si ajumma masih terkembang namun binar di matanya memudar. Saya pun berlalu menyusul rombongan yang bersama-sama membagikan makanan pada para tunawisma yang berdiam di lorong-lorong Seoul Station, berlindung dari udara musim dingin.

Lima puluh kotak makanan masih belum cukup. Natal tahun depan jumlahnya harus ditambah.


Saya tidak suka Jepang. Cuma satu hal yang saya suka dari Jepang. Adult video.

– Kepala departemen

Memasuki tahun baru 2014, satu dari beberapa hal yang ada di pikiran saya adalah kontrak kerja yang tinggal tiga bulan. Saya harus menentukan pilihan. Lanjut kerja di Korea, pindah ke negara lain untuk mencari pengalaman baru, pulang ke Indonesia setelah empat tahun belum pernah pulang-pulang atau… atau… lanjut PhD?

Sebenarnya sih, satu-satunya alasan PhD masuk dalam pilihan adalah keinginan saya untuk merasakan campus romance. Kuliah enam tahun masak ga pernah pacaran. Hiks… eh, kalau dipikir-pikir sih selain cuma enam bulan pacaran long distance awal kuliah S1… saya … jomblo sejak lahir. OMAIGAT. Nangis di pojokan one room. Yoi dong. One room.

Sebulan yang lalu saya pindah dari Gosiwon (kamar kos-kosan 2 meter x 2 meter ) ke One Room (kamar + dapur + kamar mandi). One room yang saya tinggali sekarang adalah “kosongan” artinya perabotan tidak disediakan oleh pemiliknya sehingga saya harus membeli perabotan seperti meja, kursi, tempat tidur, kompor, kulkas, mesin cuci, lemari, dll dari teman kantor penyewa one room ini sebelum saya. Jadi, sebenarnya keputusan sudah saya buat sebulan yang lalu. Sepertinya saya akan tinggal di Korea sampai batas waktu yang belum ditentukan. Hidup Korea! Yay! Manse!! (sambil mengangkat kedua tangan ke udara)

Hidup di oneroom ternyata berbeda dengan gosiwon. Kalau di gosiwon dulu tinggal tidur dan makan gratis nasi + kimchi, sekarang saya harus mengatur semuanya sendiri. Mulai dari membuang dan memilah-milah sampah, memasak nasi, mengurus listrik, gas dan internet sendiri serta mengusir penyebar sekte-sekte agama door to door (baru sekali sih, tapi ceweknya manis euy. Kerjanya di Seongsu lagi. Satu stasiun metro sama kantor saya). Sektenya tentang pohon kehidupan, kita adalah daun-daunnya dan sesuatu tentang akar dan budi pekerti luhur. Begitulah pokoknya, susah penjelasannya bahasa Korea. Selanjutnya, kita sebut saja sekte cinta lingkungan. Hmm……kalau ditulis begitu, jadinya kok ga aneh-aneh banget ya. Kartu namanya dulu mana sih…cewek manis pecinta lingkungan yang kerja di Seongsu.

Di oneroom yang sekarang, tetangga-tetangga samping tempat saya cukup berisik sehingga saya pun tidak sungkan untuk latihan flute di dalam kamar. Selama dua bulan terakhir saya harus latihan cukup intensif (padahal cuma 30 menit sehari) untuk mempersiapkan flute recital saya memainkan lagu Bengawan Solo tanggal 23 Desember kemarin. Pengalaman pertama saya pertunjukan flute ini akan saya ceritakan di post selanjutnya saja biar tidak terlalu panjang seperti iklan choki-choki.

Advertisement