Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (17–bersambung)

Mungkin ada beberapa perbedaan antara kecoa Korea dan kecoa Indonesia. Tapi kalau menurut pengamatan dengan mata telanjang, hanya satu yang bisa saya temukan, yaitu ukurannya relatif lebih kecil.

Saat saya mengamati bangkai kecoa yang remuk karena ditepuk dengan buku “A First Book of Classical Music for the Beginning Pianist”, pengamatan di atas adalah yang pertama muncul dalam benak saya. Hal kedua adalah keharusan untuk membersihkan kamar dan meja saya yang di atasnya masih terdapat bungkusan McD yang berisi separuh BigMac. Kalau ada yang pernah membaca artikel tentang bahan pengawet di burger McD yang menyebabkan penampilannya masih terlihat segar setelah setahun, saya bisa mengatakan dengan bukti bahwa setelah tiga minggu penampilannya masih terlihat segar.

Selagi membersihkan kamar, saya juga mulai mengumpulkan koin-koin recehan yang tersebar di kamar saya. Setelah dihitung-hitung, totalnya mencapai 50.000 won. Agak kecewa juga sih. Masak setelah empat tahun di Korea, uang receh saya cuma segitu. Tapi apa boleh buat, setelah pindah dari asrama kampus ke gosiwon di Busan dan kemudian pindah ke gosiwon di Seoul dan akhirnya tinggal di one room, pasti ada beberapa ribu yang tercecer sewaktu mengepak barang.

Saya agak bingung memikirkan cara pemanfaatan koin-koin tersebut. Saya agak gengsi kalau menggunakannya di family mart langganan dekat rumah. Saya takut image upper middle class salaryman yang ingin saya bangun terhadap mbak-mbak ramah penjaga mart part-time ternoda dengan aksi ini.

Saya pun memutuskan untuk menggunakannya di mesin pengisi saldo T-money (kartu transportasi) dalam stasiun metro. Saya sengaja memilih waktu tengah malam untuk melaksanakan rencana saya agar tidak dilihat banyak orang saat membawa kantongan plastik berisi recehan. Satu hal yang luput dari analisa saya adalah fakta bahwa saya tinggal di dekat dua universitas sehingga walaupun larut malam, stasiun metro juga masih dipadati para mahasiswa. “Ya sudahlah”, pikir saya. Tidak ada gunanya mundur di tengah jalan.

Ada tiga mesin pengisi otomatis yang berderet di dalam stasiun Children Grand Park. Saya memilih yang paling kiri karena yang tengah sering rusak sedangkan yang kanan terlalu jauh. Setelah memilih menu pengisian kartu, saya mulai memasukkan koin ratusan satu-persatu. Agak membosankan dan lama sih karena proses memasukkan koin sekitar tiga detik dan deteksi koin oleh mesin memakan waktu sekitar satu detik. Jadi untuk setiap seratus won memakan empat detik. Saya memilih pengisian lima ribu won di menu awal sehingga proses ini akan memakan waktu tiga menit dua puluh detik. Satu menit empat puluh detik dan dua ribu lima ratus won kemudian, tiba-tiba mesin mengeluarkan suara dan ada peringatan di layar. Saya tidak sempat membaca pesan peringatan karena perhatian saya tertuju kepada hal lain.

Pernah mendengar suara dua puluh lima keping koin jatuh hampir bersaman ke atas wadah seng dari ketinggian sekitar dua puluh sentimeter? Saya pernah. Berisik sekali. Walaupun mungkin tidak seberisik suara yang masuk di telinga saya saat itu. Seketika itu, saya menjadi pusat perhatian orang-orang radius sepuluh meter. Beberapa keping malah keluar dari wadah dan jatuh ke lantai. Sambil menahan malu, saya membuka lagi kantongan plastik saya dan mulai memungut koin di wadah dan kepingan koin yang jatuh ke lantai seperti harga diri saya saat itu. Mungkin ada beberapa yang terlewat tapi bukan itu prioritas saya saat itu. Selagi pergi meninggalkan stasiun tanpa menuntaskan rencana awal, saya menyadari bahwa keramik lantai stasiun berwarna krem. Hal yang tidak pernah saya amati sebelumnya karena di hari biasa saya tidak melihat ke bawah sepanjang jalan karena menahan malu.

Saya masih penasaran dengan alasan mesin memuntahkan koin-koin saya. Mungkin karena melewati rentang waktu pengisian atau mungkin melewati jumlah maksimal koin yang bisa dimasukkan dalam satu sesi pengisian. Hanya ada satu hal yang bisa memuaskan rasa penasaran saya yaitu isi teks peringatan pada layar mesin. Sampai saat ini, teks peringatan apa yang muncul di mesin saat itu masih menjadi misteri. Misteri yang tidak ingin saya pecahkan.

Mungkin di antara orang yang ada di stasiun tidak ada yang peduli dengan kejadian itu. Tapi gambar yang muncul di kepala saya adalah sepanjang jalan menuju pintu keluar orang-orang menujuk saya sambil menyahut “Dasar lower middle class!”

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s