Tom bertemu Bunga (bukan nama sebenarnya) dari divisi training

Sudah sebelas bulan Tom bekerja sebagai pegawai di salah satu bank swasta asing di Indonesia. Kesehariannya di kantor diisi dengan pengembangan fasilitas Internet Banking dan aplikasi Mobile Banking di bank tersebut.

Sebelum makan siang, seperti biasa ia mengecek email kantor karena ia menunggu kabar dari bagian operasi untuk konfirmasi pengujian salah satu fitur baru di Mobile Banking. Benar saja, ada email baru yang masuk ke inboxnya. Namun bukan email dari operasional, melainkan dari bagian Training dengan subjek bertuliskan “Undangan Training Sertifikasi Manajemen Resiko.” Email itu menyebutkan bahwa Bank Indonesia mewajibkan seluruh pegawai bank untuk mempunyai sertifikasi tersebut dan Ia adalah salah satu pegawai yang diundang untuk melaksanakan training dan kemudian mengikuti ujian sertifikasi. Ia juga harus melengkapi beberapa dokumen sebagai persyaratan ujian. Bagian bawah email menyebutkan bahwa dokumen atau pun pertanyaan seputar topik ini dapat ditujukan kepada Bunga dengan nomor ekstensi sekian sekian. “Ah, merepotkan saja”, pikirnya sambil mengingat-ingat dimana ia menyimpan persediaan pas foto 3×4 miliknya.

Keesokan harinya, saat sedang mencari tempat sarapan di sekitar kantor, ia bertemu dengan Budi (bukan nama sebenarnya), teman satu kantornya yang ia kenal saat menjalani training pegawai baru. Budi dan temannya-siapa-namanya sedang sarapan mi ayam. Walaupun saat itu ia sebenarnya ingin sarapan bubur ayam tapi karena disapa oleh Budi, ia pun ikut sarapan mi ayam.

Di tengah obrolan, Tom membuka topik perihal undangan sertifikasi yang ia terima.

Men, lu dapet email dari training ga buat sertifikasi apalah kayak resiko-resiko gitu?” tanyanya.

Kaga ada bro. Lu dapet?” jawab Budi.

Hooh, dari training. Ini ntar siangan mau ngasih dokumen ke sana.”

“Dari training, siapa bro?”, tanya Budi

Bunga.”

Beeeuhhhh. Roknya bro. ”, serentak Budi dan siapa-namanya melakukan gesture yang biasa dilakukan orang saat menandai kedalaman banjir dengan ukuran kaki. Di atas lutut.

Seksi ya?” tanya Tom. Retoris.

“Yoi bro, gila lu.”


Setibanya di kantor, ia segera mencari informasi tentang Bunga di sistem informasi kantor.
Siapa sih Bunga ini sampai-sampai mempertanyakan keseksiannya merupakan satu pertanda ketidakwarasan.” pikirnya.
“Oke sih.” tanggapannya saat melihat pas foto Bunga di kartu nama elektronik. Walaupun memang, tidak secantik Nari, pacarnya.

Sesuai rencana, siang harinya Tom pergi untuk menyerahkan dokumen kepada Bunga. Ruangan Bunga berada di lantai yang berlainan dengannya sehingga mereka tidak pernah bertemu muka.

Setibanya di ruangan, Tom memindai seluruh tempat dan tidak perlu waktu lama untuk mengenali Bunga yang sedang berdiri sambil berdiskusi dengan pegawai-tidak-relevan. Yup. Kalau banjir di daerah Grogol, besar kemungkinan roknya Bunga tetap kering. Lebih manis daripada fotonya juga. Walaupun memang tidak semanis Nari, pacarnya.

Misi”, sahutnya untuk menarik perhatian Bunga. “Mau ngasih dokumen buat sertifikasi.

Oh, iya pak.” tanggap Bunga sambil duduk kembali ke mejanya.

Tanda tangan di sini pak.” sahutnya sambil menggeser selembar kertas ke samping kirinya.

Setengah merunduk, Tom menandatangani kertas konfirmasi. Tidak sengaja ia melihat ke arah bawah.

Wow.” Walaupun memang tidak se-wow Nari, pacarnya. Bukannya Nari pernah berbusana seperti itu tapi seandainya dalam skenario hipotetikal harusnya lebih wow. Begitu. Ah. Lubangnya semakin dalam dan dalam saja.

Setelah menandatangani kertas dan menyerahkannya kepada Bunga, Tom melihat di jari manis tangan kiri Bunga terpasang cincin yang sepertinya terbuat dari emas putih dengan bertahtakan berlian.

Keluar dari ruangan, Tom segera membuka aplikasi chat dan mengirim pesan kepada Budi.

“Men. Bunga ada cincinnya. “

Advertisement

Tom naik ojek ke kosan

Hari ini Tom pergi ke tempat fitness di Plasa Semanggi. Ia ingin sekali mengurangi lemak di perutnya.

Hari Minggu yang lalu saat ia pergi ke gereja di Cibubur bersama Nari, pacarnya, mamanya Nari memberikan ia hadiah ulang tahun berupa kemeja. Sesampainya di kos, ia segera mencoba memakai kemeja tersebut. Kemejanya bagus, pikirnya. Warnanya biru tua dan ukurannya pas di tubuhnya. Ia lekas menuju cermin untuk melihat penampilannya dengan baju barunya itu. Tapi alangkah terkejutnya ia saat melihat penampilannya. Perutnya terlihat dengan jelas ketika mengenakan kameja itu!

Karena itu, ia bertekad untuk mengurangi lemak di perutnya agar ia tidak merasa malu saat mengenakan kemeja itu. Ia ingin mengenakannya minggu depan untuk menunjukkan apresiasi atas pemberian hadiah tersebut.

Tom pernah mengikuti sesi PT (Personal Trainer) selama dua bulan. Saat itu, trainernya menyarankan bahwa untuk menurunkan kadar lemak, maka ia harus sering latihan kardio. Hari itu komposisi latihan yang ia lakukan adalah 15 menit di treadmill, beberapa latihan angkat beban dan ditutup dengan kardio lagi selama 30 menit. Ia sangat lelah.

Setelah mandi, selagi mengemasi baju dan sepatu olahraganya, ia teringat bahwa air minum galon di kosnya hampir habis. Ia pun mengisi botol minumnya sampai penuh. Ia menaruh botol minumnya di bagian yang paling bawah dari tas ranselnya. Tom sedikit khawatir kalau botolnya bocor karena ia juga membawa laptop kantor ke kos karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan, tapi Tom berpikir bahwa kekhawatirannya tidak beralasan. Ia meninggalkan tas ranselnya di atas bangku dan menata rambutnya di depan cermin ruang ganti.

Tiba-tiba, “bruak!” Tasnya jatuh! Air meluber dari dalamnya. “Gawat! “, pikirnya. Segera ia mengeluarkan laptop yang sudah basah namun tidak sampai terendam. Botol minumnya pecah. Ia segera bergegas untuk pulang agar dapat mencoba menyalakan laptop tersebut. Biasanya ia berjalan kaki dari Plasa Semanggi ke kosnya. Namun kali ini keadaan memaksanya untuk dapat tiba dengan lebih cepat.

Ia pun memilih untuk menggunakan ojek. Ongkos ojeknya 20 ribu, lebih mahal 5 ribu dari biasanya. Tapi ia tidak punya waktu untuk negosiasi harga dengan abang ojek. Setiba di kamar ia segera menyalakan laptopnya.

Ternyata laptopnya masih berfungsi dengan baik. Ia pun lega.

Tom pergi ke Yamaha Music Gatot Subroto

Sudah lama sebenarnya Tom ingin belajar pop piano atau keyboard. Beberapa hari yang lalu, ia dan Nari, pacarnya, mengunjungi salah satu cabang Yamaha Music School di Grand Indonesia (GI). Mereka pergi ke GI dalam rangka memenuhi undangan reuni kecil teman-teman yang pernah bergereja bersama di Bethany International Church (BIC) Seoul.

Setelah rangkaian acara reuni selesai, ia dan Nari berjalan-jalan mengitari mall sampai kemudian ia melihat tempat kursus tersebut. Karena ingin tahu, ia dan Nari bersama-sama masuk ke dalam tempat tersebut sembari bertanya-tanya perihal harga dan jadwal, ia mengambil beberapa selebaran termasuk kursus saksofon, flute dan tentunya pop piano. Penjaga toko juga memberikan mereka daftar harga kursus. Biaya kursus private per bulan berkisar antara 450 ribu saat hari biasa dan 500 ribu untuk akhir pekan.

Tom menyadari bahwa ia tidak perlu jauh-jauh pergi ke GI untuk kursus karena di dekat kantornya di jalan Gatot Subroto ada tempat kursus Yamaha Music. Ia berencana untuk pergi ke tempat itu keesokan harinya.

Setelah bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore, Tom menaiki kopaja nomor 640 untuk menuju tempat kursus tersebut. Setibanya di sana, ia ditanyai oleh satpam tentang keperluan kedatangannya. Ternyata tempat kursusnya sudah tutup! Jam bukanya adalah sampai jam 4:30. Tom menyesali kurangnya antisipasi terhadap hal ini. Seharusnya ia mencari dulu jam operasionalnya di Google.

Akhirnya Tom pergi ke Fitness First di Plasa Semanggi untuk berolahraga.