Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (20-bersambung)

Pertanyaan : Apa bedanya baking soda dengan baking powder?

Jawaban : Keduanya merupakan pengembang untuk membuat kue. Pengembang dalam hal ini adalah sodium bicarbonate yang bereaksi terhadap zat asam (susu, jeruk, cokelat, madu) dengan cara melepaskan gelembung-gelembung karbondioksida (CO2) yang terbentuk saat adonan dipanggang dalam oven. Jadi pengertian “mengembang” adalah keluarnya gelembung tersebut dalam adonan sehingga tidak lepes. Lepes bahasa Indonesia bukan sih? Sepertinya sih bahasa Batak. Maksudnya gepeng.

Nah, bedanya adalah baking soda = sodium bicarbonate murni sedangkan baking powder = baking soda + zat asam pemicu reaksi. Jadi baking powder lebih komplit dari baking soda. Tapi, tidak dapat diganti-ganti karena 1 sendok baking soda tidak sama dengan 1 sendok baking powder. 1 sendok baking powder = (mungkin) 1/2 baking soda + 1/2 zat asam pemicu reaksi.

Saya tahu bedanya karena kemarin saya baru mencoba resep untuk membuat “rice cooker pancake” dan saat membeli bahan-bahannya agak bingung karena mart dekat rumah cuma menjual baking powder sedangkan resep yang saya baca memerlukan baking soda. Setelah mencoba untuk menelepon mama di Indonesia melalui kakao talk gagal, saya pun memutuskan untuk mencari tahu lewat google dan akhirnya saya jadi tahu.

Hasil pancake buatan saya cukup lumayan walaupun saya tidak menggunakan takaran saat mencampur adonan.

Berikut adalah langkah-langkah pembuatannya:

  1. Masukkan 1 butir telur ke dalam wadah rice cooker. Kocok sampai merata.
  2. Masukkan 1 sdm (sendok makan) cream cheese. Kocok sampai merata.
  3. Heran karena adonan tidak bisa merata dan cream cheese tetap menggumpal.
  4. “Ya udah sih, dimakan sendiri ini.”
  5. Masukkan tepung hot cake buatan ottogi secukupnya.

6. Campur sampai merata.

  1. Heran karena tidak terlihat seperti adonan kue.
  2. “Ya udah sih, dimakan sendiri ini.”
  3. Masukkan susu cair secukupnya.
  1. Senang karena sekarang sudah terlihat seperti adonan kue.
  2. Masukkan lagi susu cair. Sepertinya kebanyakan. Masukkan lagi tepung hotcake. Sepertinya kebanyakan…
  3. “Ya udah sih, dimakan sendiri ini.”
  4. Mix and match tambahan susu dan tepung sampai terlihat seperti adonan yang pernah dibuat mama dulu.
  5. Campur sampai merata. Pakai sendok makan. Capek. Pakai dua sendok makan. Tidak banyak membantu. Sekarang malah tambah susah untuk mengaduk adonan dan tambah peralatan untuk dicuci.
  6. Bego-begoin diri sendiri.
  7. Bersihkan adonan yang menempel di sendok utama dengan sendok tambahan. Tidak bisa. Bersihkan dengan jari. Jilat jari. Enak juga ya.
  8. Lanjutkan mencampur adonan dengan hanya satu sendok makan.
  9. Tambahkan baking powder sedikit. Kayaknya kurang, tambah lagi. Udah kali ya.
  10. “Ya udah sih, dimakan sendiri ini.”
  11. Kocok sampai capek dan menyesali keputusan membuat kue.
  12. Masukkan dalam rice cooker. Tekan tombol sebelah kanan. Yg sebelah kiri untuk memanaskan nasi. Rice cookernya bahasa Korea. Kalau mau tekan tombol sebelah kiri juga tidak apa-apa. Terserah. Saya bukan mamanya kamu. Mamanya kamu mungkin sekarang sedih karena kamu akhir-akhir ini jarang telepon padahal dia sudah kangen.
  13. Telpon mama dan kangen-kangenan sambil menunggu kue-nya jadi.
  14. Mama nanya udah punya pacar atau belum.
  15. Membela diri dengan berargumen kalau sekarang ini sedang sibuk banget dengan projek dan kerjaan jadi ga ada pikiran sama sekali buat pacaran. Padahal kenyataannya cukup desperate. Dikenalin temen gereja dengan teman ceweknya di Indonesia lewat facebook. Friend Request diterima tapi sudah di-message dua kali belum dibales-bales juga.
  16. Bau uap susu yang keluar dari rice cookernya enak banget. Seriusan.
  17. Udahan teleponnya.
  18. Buka tutup rice cooker untuk cek kondisi padahal belum bunyi ctek. Maksudnya siklus memasaknya belum selesai. Ternyata adonan yang awalnya cuma seperempat wadah sekarang hampir tiga perempat wadah. Baking powder power. Yeah!!
  19. Tusuk-tusuk adonan dengan sumpit untuk memastikan bahwa semua adonan sudah kering dan masak. Sudah lumayan sih, pinggir-pinggirnya juga sudah agak cokelat gosong.
  20. Pindahkan kue ke piring. Oles dengan madu yang dibawa dari Indonesia waktu pulang bulan April kemarin dan disuruh mama dimakan tiap hari tapi sampai sekarang masih penuh satu botol. Potong satu bagian. Atur-atur. Foto.
  1. Posting ke facebook. Berharap banyak yang like dan comment, termasuk yang lagi di-stalking. Bukan. Bukan temennya temen gereja itu.
  2. Kecewa.
  3. Tulis blog tentang langkah-langkah memasak kue,
  4. Posting ke facebook. Berharap banyak yang like dan comment, termasuk yang lagi di-stalking.
  5. Kecewa?
Advertisement

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (19-bersambung)

When I’m stuck in the day that’s grey and lonely I just stick up my chin and grin and say oh The sun’ll come out tomorrow So you got to hang on till’ tomorrow, come what may! Tomorrow, tomorrow, I love ya, tomorrow You’re always a day away! Musical “Annie” – Tomorrow

Sewaktu kuliah tahun ketiga di kampus S1 dulu (pembaca : ciee, tau deh yang S2) , kami diharuskan untuk menjalani magang selama satu semester penuh sebagai bagian dari kurikulum. Setelah lamaran magang di beberapa perusahaan tidak mendapat respon positif, saya dan seorang teman saya akhirnya diterima untuk magang di salah satu Sekolah Internasional yang terletak di daerah Pantai Indah Kapuk. Daerah yang menurut deskripsi Feny Rose merupakan “hunian premium dan eksklusif bagi masyarakat urban yang mendambakan kehidupan asri atau green living di timur Jakarta yang hanya berjarak satu jam dari bandara Internasional Sukarno Hatta” atau jika diterjemahkan ke bahasa sehari-hari menjadi “perumahan elit daerah Jakarta Timur dekat bandara.” Contoh lain dari gaya bahasa Feny Rose antara lain:

  • Contoh kalimat biasa : Perumahan ini dilewati angkutan umum.
  • Contoh kalimat Feny Rose : Lokasi hunian ekskusif ini sangat strategis karena terintegrasi dengan sistem transportasi perkotaan ibukota ditambah dengan mudahnya akses menuju bandara Internasional Sukarno Hatta yang hanya berjarak satu jam perjalanan.
  • Contoh kalimat biasa : Kami akan membahas isu perceraian Aktor A dengan Artis B dalam acara berdurasi tiga puluh menit ini.
  • Contoh kalimat Feny Rose : Mahligai pernikahan aktor A dan artis B terguncang . Akankah perpisahan menjadi akhir dari kisah asmara dua insan manusia ini? Apakah benar rumor yang beredar bahwa keretakan ini dipicu oleh adanya pihak ketiga. Semua pertanyaan ini akan kami kuak dengan investigasi yang aktual dan tajam selama setengah jam ke depan. Setengah jam lebih cepat dari waktu perjalanan menuju bandara Internasional Sukarno Hatta jika anda bertempat tinggal di daerah hunian premium dan eksklusif di timur Jakarta.

Anyway, selama periode magang yang berlangsung selama lima bulan, saya ditugaskan selama dua bulan untuk membantu di perpustakaan dan tiga bulan di departemen IT. Sekolah ini memuat jenjang pendidikan dari pre-school sampai secondary school (SMA) yang semuanya menggunakan perpustakaan yang sama karena itu koleksi bukunya sangat variatif dan cukup lengkap bahkan juga termasuk judul-judul buku fiksi maupun non-fiksi pemenang pulitzer atau booker prize.

Hari-hari saya saat itu cukup menyenangkan karena saya bisa membaca seharian sambil mengawasi anak-anak imut dan mengamati guru pre-school yang tidak kalah imut, contohnya Miss Stefani. Oh Miss Stefani, aku padamu <3. Masih ingat ga lu sama si Miss Stefani, fi? (Pembaca : Heh, fi?. Saya : Anu, maksudnya pertanyaan buat teman magang saya dulu.)

Perpustakaan juga kadang-kadang menjadi tempat para guru untuk bertemu sapa dan berbagi cerita. Saya jadi ingat tentang anekdot yang pernah diceritakan salah satu guru dalam sesi perbincangan mengenai fungsi dari beberapa bahasa yang diajarkan di sekolah menurut seorang murid.

Chinese is for talking with mommy and daddy, English is for talking with teacher, Indonesian is for talking with “mbak”.

Hah! Jokes on you, anak kecil yang mungkin / mungkin bukan tokoh rekaan salah satu guru di saat bincang santai hari Jumat sore bersama rekan kerja, dua teman Korea saya yang lulusan studi Bahasa Indonesia di HUFS (Hankuk University of Foreign Studies) berbicara dengan saya menggunakan Bahasa Indonesia padahal saya bukan “mbak”! Dasar anak kecil ga tau apa-apa tentang kehidupan!

Memasuki akhir dari periode magang kami, sekolah mengadakan pentas teatrikal yang menyajikan cuplikan-cuplikan dari musikal Broadway terkenal. Sebagai anak magang, kami berdua turut membantu dalam urusan perlengkapan melalui saluran tenaga fisik untuk angkat-mengangkat properti acara maupun konsumsi. Selama periode latihan, saya jadi sering mendengar lagu-lagu musikal termasuk musikal “Annie” di atas. Musikal ini adalah satu-satunya yang sempat saya tonton karena saat itu sedang tidak disibukkan dengan operasional. Karakter Annie merupakan gadis cilik yatim piatu yang tegar dan lagu ini merupakan simbol harapan baginya. “The sun’ll come out tomorrow “.

Akhir-akhir ini saya sering menyanyikan lagu ini di dalam hati saat lembur.

CURHAT TIME!

Saya sangat stress akhir-akhir ini. Mungkin bisa dilihat dari jarangnya saya ngeblog lagi. Dua bulan absen! Di projek saya yang sekarang, saya menangani tiga produk yang berbeda bahasa pemrograman. Untuk legacy system, saya mesti programming ASP, untuk aplikasi iOS yang baru saya harus mengerti objective-C dan untuk sistem yang baru saya mesti programming Spring framework. Padahal saya cuma expert di Java, iOS juga baru belajar enam bulan yang lalu. ASP bisa sih, cuma agak susah karena programmingnya cuma pakai notepad++.

Seakan-akan level kesulitan belum cukup tinggi, karena ini adalah proyek banking, akses internet sangat terbatas bahkan untuk legacy system yang ASP saya tidak bisa koneksi ke internet. Terpaksa googling pakai iPhone 5s saya yang baru dibeli empat bulan yang lalu.

Selain itu, solusi third party untuk security juga menggunakan library dari perusahaan lain yang semua manual nya menggunakan bahasa Korea. Oh man. Karena saya satu-satunya “programmer iOS” di projek, saya harus bekerja sendiri. Selain itu di beberapa kesempatan juga harus live coding di depan client untuk iOS. Selama satu bulan penuh saya pulang di atas jam 10. Rekor malah sampai jam 5 pagi.

Saya jadi sering bolos kelas bible study di HUFS dan sering ditanya sama cewek_korea_imut_cuma_teman#2 (ckict#2), ckict#4, dan ckict#5 melalui kakao talk. “Daniel, are you busy too today? (emoticon sedih).”

Capek euy.

The sun’ll come out tomorrow Bet your bottom dollar that tomorrow, there’ll be sun Just thinkin’ about tomorrow Clears away the cobwebs and the sorrow till’ there’s none When I’m stuck in the day that’s grey and lonely I just stick up my chin and grin and say oh The sun’ll come out tomorrow So you got to hang on till’ tomorrow, come what may! Tomorrow, tomorrow, I love ya, tomorrow You’re always a day away!

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (18-bersambung)

Daniel, tau ga gimana caranya supaya bisa masuk Islam?

-Teman kantor

Tepat sebulan yang lalu kantor saya berpartisipasi dalam acara ICT Expo di Jakarta. Persiapan expo sebenarnya sudah dimulai dua bulan sebelum expo dimulai. Awalnya saya diminta untuk mengatur persiapan expo mulai dari pemilihan dan reservasi booth sampai ikut menyiapkan materi yang akan ditampilkan di booth. Sayangnya, dua minggu persiapan berjalan saya terpaksa ditarik untuk membantu di projek banking yang bertempat di bilangan Euljiro. Yah, ga jadi pulang kampung dibayarin kantor deh.

Walaupun saya sudah tidak bertugas di bagian persiapan expo, saya masih tetap mengikuti perkembangan terbaru dari teman kantor saya sesama orang Indonesia karena bagaimanapun juga ini menyangkut masa depan kami di kantor ini. Kalau saya bertugas memilih dan mengurus pembayaran booth, teman saya bertugas memilih dan mengurus pembayaran SPG (Sales Promotion Girl) untuk membantu menjaga booth kami.

Meskipun tidak disuruh, tapi karena didorong inisiatif yang tinggi, saya membantu dia untuk mencari SPG yang cocok. Melalui pencarian di google, saya baru tahu kalau ternyata ada banyak agensi yang menyediakan layanan “penyewaan SPG” maupun penyewaan SPG. Namun, di tulisan ini saya hanya akan membahas yang tanpa tanda kutip.

Saya mendapati ada beberapa agensi yang mengelompokkan para SPG dalam beberapa kategori yang faktor pembedanya cukup membuat saya mengernyitkan dahi. Contoh yang cukup wajar misalnya tingkat pendidikan, penampilan menarik dan menguasai bahasa asing. Contoh yang cukup aneh misalnya berkulit putih (oriental) termasuk dalam kategori yang lebih superior. Tampaknya hukum ekonomi memang lebih berpihak pada panlok daripada IGO.

Karena tidak disuruh, saya tidak dimintai pendapat dan tidak memberikan rekomendasi dari berbagai website yang juga menyertakan foto dari para model. Jadi, sebenarnya saya tidak ada urusannya dengan rekrutmen SPG. Istilahnya sama kalau waktu jaman cari-cari DVD bajakan di mangga dua. “Boleh koh, DVD-nya. Ada yang dicari?”. “Nggak ci, cuman liat-liat aja.”

Dari beberapa orang kantor yang ikut ke Indonesia, teman kantor saya yang orang Amerika keturunan Korea atau istilahnya Gyopo, juga ikut. Sepulangnya dari expo, di sesi minum-minum bersama sambil menceritakan pengalaman dan hasil expo, si Gyopo bertanya kepada saya pertanyaan di awal tulisan ini. Tampaknya hatinya tertambat pada Rere (bukan nama sebenarnya –red), sang mahasiswi ekonomi dari salah satu universitas swasta di Jakarta yang berpenampilan menarik dan menguasai bahasa asing. SPG kategori spesial dari agensi penyalur SPG profesional yang faktor pembedanya tidak menyertakan warna kulit dan keturunan.


Akhirnya bulan Juni! Bulan yang penuh dengan kegiatan yang menyenangkan karena banyak konser musik klasik yang bagus di bulan ini. Satu hal yang jelas, mulai bulan ini sampai sepanjang musim panas, setiap hari Sabtu, Seoul Pops Orchestra akan mengadakan konser outdoor gratis di Children’s Grand Park dekat rumah setiap jam 7 malam. Tahun ini juga saya akan mengulang pengalaman saya tahun lalu yaitu menonton setelah berolahraga mengelilingi track lari di dalam taman. Setelah tubuh tersegarkan kembali setelah berolahraga, jiwa juga segar kembali oleh suguhan musik.

Lazimnya, di taman ini banyak mahasiswi dan ibu-ibu muda yang juga berolahraga karena ingin menjaga kebugaran. Saya biasa lari di belakang mereka. Alasannya bukan karena saya mesum dan ingin melihat pakaian dalam yang nampak karena t-shirt putih basah oleh keringat, tapi karena mereka memang sering lari jadi pace atau ritme nya teratur. Dengan mengikuti pace merekayang teratur membuat nafas teratur dan aliran darah….. ke kaki juga teratur. Pembaca tolong jangan mesum deh.

Saya harus sudah mulai teratur berolahraga agar nafas saya bisa lebih panjang.

Kenapa begitu? Pertanyaan yang bagus. Silahkan tepuk pundak anda sendiri.

Jawabannya adalah karena mulai bulan Juni ini saya dimasukkan dalam latihan flute ensemble yang diatur oleh guru flute kami. Ada empat orang anggota ensemble dan saya satu-satunya pria dan satu-satunya pemula sehingga saya hanya berperan sebagai forth flutist yang biasanya paling banyak hanya memainkan dua not dalam satu measure 4×4. Lumayan lah daripada ga ada. Karena itu saya harus sering latihan pernafasan agar tidak malu-maluin. Sekarang permainan flute saya sudah cukup memuaskan diri saya sendiri. Beberapa repertoire saya termasuk “Air on the G-string” gubahan Bach, Theme song-nya Mario Bros, “Blue Danube” nya Strauss dan lagu-lagu Kidung Jemaat.

Selain itu, bulan ini saya sudah booking dua konser yang sudah saya tunggu-tunggu. Yang pertama adalah kompilasi musik klasik populer yang ditampilkan di Sejong Chamber Hall, bangunan besar yang terletak di samping Gwanghwamun. Yang kedua Mozart Clarinet Concerto dan kumpulan musik opera William Tell gubahan Rossini yang ditampilkan di Seoul Arts Center.

Nonton bareng siapa Tom?

Sampai sekarang sih sendirian… tapi beli tiketnya dua. Hidup Jokowi! (Anu, nomor dua, gitu maksudnya. Beli tiketnya dua terus kan kebetulan Jokowi nomor urut dua, gitu.)

*Eh tapi kalau ada yang mau nonton bareng gitu, boleh lho. Siapa tau kan ada kan ya… (Udah kayak judul lagunya Eagles, Desperado)

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (17–bersambung)

Mungkin ada beberapa perbedaan antara kecoa Korea dan kecoa Indonesia. Tapi kalau menurut pengamatan dengan mata telanjang, hanya satu yang bisa saya temukan, yaitu ukurannya relatif lebih kecil.

Saat saya mengamati bangkai kecoa yang remuk karena ditepuk dengan buku “A First Book of Classical Music for the Beginning Pianist”, pengamatan di atas adalah yang pertama muncul dalam benak saya. Hal kedua adalah keharusan untuk membersihkan kamar dan meja saya yang di atasnya masih terdapat bungkusan McD yang berisi separuh BigMac. Kalau ada yang pernah membaca artikel tentang bahan pengawet di burger McD yang menyebabkan penampilannya masih terlihat segar setelah setahun, saya bisa mengatakan dengan bukti bahwa setelah tiga minggu penampilannya masih terlihat segar.

Selagi membersihkan kamar, saya juga mulai mengumpulkan koin-koin recehan yang tersebar di kamar saya. Setelah dihitung-hitung, totalnya mencapai 50.000 won. Agak kecewa juga sih. Masak setelah empat tahun di Korea, uang receh saya cuma segitu. Tapi apa boleh buat, setelah pindah dari asrama kampus ke gosiwon di Busan dan kemudian pindah ke gosiwon di Seoul dan akhirnya tinggal di one room, pasti ada beberapa ribu yang tercecer sewaktu mengepak barang.

Saya agak bingung memikirkan cara pemanfaatan koin-koin tersebut. Saya agak gengsi kalau menggunakannya di family mart langganan dekat rumah. Saya takut image upper middle class salaryman yang ingin saya bangun terhadap mbak-mbak ramah penjaga mart part-time ternoda dengan aksi ini.

Saya pun memutuskan untuk menggunakannya di mesin pengisi saldo T-money (kartu transportasi) dalam stasiun metro. Saya sengaja memilih waktu tengah malam untuk melaksanakan rencana saya agar tidak dilihat banyak orang saat membawa kantongan plastik berisi recehan. Satu hal yang luput dari analisa saya adalah fakta bahwa saya tinggal di dekat dua universitas sehingga walaupun larut malam, stasiun metro juga masih dipadati para mahasiswa. “Ya sudahlah”, pikir saya. Tidak ada gunanya mundur di tengah jalan.

Ada tiga mesin pengisi otomatis yang berderet di dalam stasiun Children Grand Park. Saya memilih yang paling kiri karena yang tengah sering rusak sedangkan yang kanan terlalu jauh. Setelah memilih menu pengisian kartu, saya mulai memasukkan koin ratusan satu-persatu. Agak membosankan dan lama sih karena proses memasukkan koin sekitar tiga detik dan deteksi koin oleh mesin memakan waktu sekitar satu detik. Jadi untuk setiap seratus won memakan empat detik. Saya memilih pengisian lima ribu won di menu awal sehingga proses ini akan memakan waktu tiga menit dua puluh detik. Satu menit empat puluh detik dan dua ribu lima ratus won kemudian, tiba-tiba mesin mengeluarkan suara dan ada peringatan di layar. Saya tidak sempat membaca pesan peringatan karena perhatian saya tertuju kepada hal lain.

Pernah mendengar suara dua puluh lima keping koin jatuh hampir bersaman ke atas wadah seng dari ketinggian sekitar dua puluh sentimeter? Saya pernah. Berisik sekali. Walaupun mungkin tidak seberisik suara yang masuk di telinga saya saat itu. Seketika itu, saya menjadi pusat perhatian orang-orang radius sepuluh meter. Beberapa keping malah keluar dari wadah dan jatuh ke lantai. Sambil menahan malu, saya membuka lagi kantongan plastik saya dan mulai memungut koin di wadah dan kepingan koin yang jatuh ke lantai seperti harga diri saya saat itu. Mungkin ada beberapa yang terlewat tapi bukan itu prioritas saya saat itu. Selagi pergi meninggalkan stasiun tanpa menuntaskan rencana awal, saya menyadari bahwa keramik lantai stasiun berwarna krem. Hal yang tidak pernah saya amati sebelumnya karena di hari biasa saya tidak melihat ke bawah sepanjang jalan karena menahan malu.

Saya masih penasaran dengan alasan mesin memuntahkan koin-koin saya. Mungkin karena melewati rentang waktu pengisian atau mungkin melewati jumlah maksimal koin yang bisa dimasukkan dalam satu sesi pengisian. Hanya ada satu hal yang bisa memuaskan rasa penasaran saya yaitu isi teks peringatan pada layar mesin. Sampai saat ini, teks peringatan apa yang muncul di mesin saat itu masih menjadi misteri. Misteri yang tidak ingin saya pecahkan.

Mungkin di antara orang yang ada di stasiun tidak ada yang peduli dengan kejadian itu. Tapi gambar yang muncul di kepala saya adalah sepanjang jalan menuju pintu keluar orang-orang menujuk saya sambil menyahut “Dasar lower middle class!”

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (16-bersambung)

“다음에 나이트 할까?” (Mau pergi ke tempat esek-esek habis ini?)

– Chajangnim (Supervisor langsung saya)

Pembaca : Hi, Tom, What’s up?

My salary. Yeah!

Beberapa minggu yang lalu akhirnya saya kembali sebentar ke kantor pusat setelah lama mengerjakan project aplikasi banking di tempat klien. Kalau ada yang mengeluhkan banyaknya error di aplikasi iPhone untuk mobile banking KEB, saya minta maaf. Anyway, kedatangan saya adalah untuk membahas dua agenda utama, yaitu kontrak baru dan rencana cuti saya ke Indonesia.

Karena ada beberapa hal lain yang perlu dibicarakan termasuk perkembangan rencana perusahaan untuk mendirikan booth di acara ICT Expo di Jakarta bulan Mei ini, negosiasi kontrak langsung dilakukan bersama pak bos CEO. Setelah masalah pekerjaan selesai didiskusikan, kami langsung membicarakan kontrak baru saya.

Bos : Jadi, Daniel. Kontrak baru, gaji baru ya pastinya.
Saya : Pengennya sih.
Bos : Kamu mau berapa? Biasanya sih, gaji naik sekitar 10-15%.
Saya : Saya mau sekian (di atas 15%).
Bos : Oke.
Saya : Saya juga mau pulang sebentar ke Indonesia, jadi mulai kerjanya ditunda dulu. 3 minggu?
Bos : 2 minggu.
Saya : Oke.

Dengan berakhirnya pembicaraan singkat tersebut, resmi sudah komitmen saya untuk tetap tinggal di Korea selama setidaknya satu tahun ke depan. Setelah perundingan selesai, saya pun dipersilahkan ke HRD untuk mengurus dokumen yang diperlukan. Sebelum meninggalkan ruangannya, kami berjabat tangan dan bos berkata “수고했어요, 다니엘 대리님” (Kamu sudah melakukan pekerjaan yang bagus, Asisten Kepala Seksi Daniel).”

Yup, 대리님 (Derinim – Asisten Kepala Seksi). Akhirnya, setelah dua tahun mengabdi, saya naik pangkat dari 사원 (Sawon – Staff Umum) menjadi derinim. Tiba-tiba saya merasakan ada letupan kekuatan baru dalam diri saya. So much power. Sekarang saya bisa menyuruh-nyuruh sawon. Tidak ada lagi menyiapkan gelas, sumpit dan sendok saat makan bersama. Orang yang harus di-안녕하세요/먼저 가볼겠습니다. (Selamat pagi/Saya permisi pulang dulu) setiap masuk dan pulang kantor berkurang. Mungkin(?) tidak ada lagi angkut-angkut barang. Saya bisa pakai 반말 (banmal –tata bahasa kasual) ke para sawon! Oh…betapa indahnya kehidupan ini!

Tapi saya berjanji tidak akan menggunakan kekuatan baru saya ini untuk menindas para sawon yang lemah. Saya akan menggunakannya untuk kebaikan. Terutama untuk kebaikan para sawon wanita yang perlu untuk saya bimbing dan arahkan.


Suatu hari di ruang pantry yang sepi, di saat seorang sawon wanita sedang bersiap untuk menikmati makan siang, dua orang sawon pria mulai mengganggunya.

Sawon A (S A) dan Sawon B (S B): Staf umum 후배 (hube – junior)! Sini makan siang kamu. Jangan sampai kami rebut paksa lho.

Sawon cewek manis dengan rambut hitam panjang lurus tapi di ujungnya berombak sehingga terkesan glamour (SCMDRHPLTDUBSTG) : Jangan dong Staf umum 선배 (sonbe –senior). Saya lapar, belum makan dari pagi.

S A dan S B : Ga mau tau. Sini!

S B mulai merebut paksa dosirak (bento-nya korea) dari genggaman SCMDRHPLTDUBSTG, namun karena ditarik terlalu kasar, ia terkulai dan isi dosirak pun berhamburan keluar.

Air mata mulai menetes dari sudut mata SCMDRHPLTDUBSTG.

S A dan S B : Elu sih!!

Daniel Derinim (Saya) : Ada apa ini ribut-ribut!

S A, S B dan SCMDRHPLTDUBSTG : Asisten Kepala Seksi Daniel!

Daniel Derinim (Saya) : Apa-apaan ini. Berani-beraninya kalian mengganggu staf umum yang lemah. Sana pergi benerin printer.

S A dan S B : Maaf Asisten Kepala Seksi Daniel, kami tidak bermaksud. Sekarang kami akan secepatnya membenarkan printer.

S A dan S B setengah berlari meninggalkan pantry dan sedikit membungkuk ke arah Daniel Derinim sebelum meninggalkan ruangan. SCMDRHPLTDUBSTG masih setengah berbaring dengan posisi klise wanita tertindas ala sinetron (badan ditopang tangan dan kedua kaki paralel membentuk huruf L)

Daniel Derinim (Saya) : Kamu ga papa?

SCMDRHPLTDUBSTG : Ga pa pah, Asisten Kepala Seksi Daniel. Makasih udah bantuin aku. (sambil tersipu malu).

Daniel Derinim (Saya) : Lain kali kalau staf umum yang lain mengganggu kamu, lapor sama aku. Aku akan selalu menjaga dan membimbing kamu. Itu sudah menjadi tugasku. Kamu belum sempat makan siang kan? Ayo makan siang bareng. Kaki kamu ga apa-apa? Apa mau aku piggyback?

SCMDRHPLTDUBSTG : Hah? Oh. Bo…bo…boleh Asisten Kepala Seksi Daniel. Ma..makasih.


Ah….musim semi sudah tiba!

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (15-bersambung)

Kim Yuna jadi bintang iklan Maxim White Gold? More like Maxim White Silver! Am i right? Hehehe. #Sochi #neverForget. (referensi jokenya buat yang tidak tinggal di Korea)

Pembaca : Joke lu murahan banget Tom, udah gitu ga lucu.

Enak saja murahan. Demi joke ini saya sengaja membeli kopi sachet-an di atas yang harganya lebih mahal 500 won dari yang biasa saya beli (kopi maxim warna kuning keemasan yang biasa di kantoran). Paling murah.


Setelah satu setengah tahun mengikuti les piano, saya memutuskan untuk berhenti minggu kemarin. Ada beberapa alasan yang menyebabkan saya mengambil keputusan itu. Salah satunya adalah alasan keuangan. Beberapa bulan mengikuti les privat flute dan piano cukup menguras kantong juga. Saya harus memilih antara les flute atau les piano dan setelah menonton Mozart Flute and Harp Concerto di Seoul Arts Center tanggal 14 Februari kemarin, saya memilih les privat yang diajar wanita Korea cantik berusia 32 tahun yang sering menyuruh saya untuk memperhatikan dada dan bibirnya untuk mendemonstrasikan cara memainkan instrumen yang baik dan benar. Yay~

Sebenarnya saya ingin memberikan alasan yang jujur tentang keputusan saya kepada guru les piano. Selain alasan keuangan, kesibukan kerja dan jarang latihan serta keinginan saya untuk tidak bangun pagi jam 7 di hari Minggu supaya sempat pemanasan jari dan latihan lagu yang sedang dipelajari selama setengah jam, mandi dan berangkat ke Sinchon yang berjarak empat puluh lima menit dari rumah agar sampai di tempat les jam 9 pagi.

Masalahnya, setelah cukup lama mengikuti les, ada sedikit perasaan berat hati untuk memutuskan hubungan yang sudah lama kami bina ini. Rasanya seperti minta putus dengan pacar. Sepertinya sih. Soalnya saya tidak tahu rasanya minta putus dengan pacar. Seumur hidup cuma pacaran enam bulan dan saya yang diputusin. Hiks. Curcol.

Kelas terakhir saya ini sangat-sangat berkesan. Sebetulnya jadwal minggu lalu adalah latihan awal Sonatina in F Major oleh Beethoven. Tapi karena saya sudah mau berhenti akhinya kami memutuskan untuk tidak latihan lagu itu. Dia menyuruh saya untuk memainkan lagu apapun yang saya suka untuk kelas kami yang terakhir.

Saya memilih Prelude in C gubahan Bach. Pilihan yang cukup berani karena lagu ini jika dimainkan dengan jelek akan terdengar sangat monoton. Namun jika dimainkan dengan benar dengan tempo yang stabil dan mengikuti dinamika lagu (piano, pianissimo, forte) akan terdengar sangat indah. Saya memainkan dengan jelek tentunya karena saya masih sangat pemula.

Pilihan saya itu langsung dihadiahi fun fact olehnya.
Saya baru tahu kalau di pesawat antariksa Voyager yang sedang menjelajah luar angkasa ada “Golden Record” yang berisi suara dan gambar yang dianggap mewakili planet bumi jika suatu saat pesawat ini bertemu dengan kehidupan lain. Salah satu segmen dari record ini adalah musik planet bumi. Ada dua puluh tujuh lagu yang terdapat di dalamnya dan salah satunya adalah……Kinds Of Flowers — Java, court gamelan. Yup. Gamelan Jawa. Walaupun saya belum pernah mendengar lagunya tapi ada sedikit perasaan bangga. Hidup Indonesia!

Dengarkan di sini isi dari suara-suara yang terpilih untuk mewakili planet kita.

Dari beberapa musik klasik yang terpilih, ada tiga lagu dari J.S.Bach, dua lagu L.V Beethoven dan hanya satu W.A. Mozart. Jadi ini sekaligus menjawab pertanyaan paling tidak penting tentang siapa komposer terbesar di bumi. Menurut komite Voyager, jawabannya : Johann Sebastian Bach.

Jadi, keputusan saya untuk memainkan Prelude in C oleh Bach di kelas piano terakhir saya cukup tepat. Saya memainkan lagu gubahan komposer terbesar di bumi.

Setelah saya, giliran guru piano saya yang ingin memainkan piano. Pilihannya jatuh kepada Chopin. Lagu ini didedikasikan olehnya khusus untuk saya. Bukan untuk memberi pengajaran. Semata-mata hanya untuk menghibur. Chopin Nocturne in E-flat, Op.9 No.2

Lagu yang lembut, permainan yang sangat indah dan penuh penghayatan ditambah perasaan emosional karena kelas terakhir menyebabkan lagu ini sangat berkesan. Mungkin hari itu ruangan studio yang kami pakai belum dibersihkan karena ada banyak debu yang masuk ke mata saya.

Terima kasih guru piano, Dr. Han Byoungho. Terima kasih sudah mengajar saya bermain piano. Terlebih lagi terima kasih karena sudah mengenalkan saya akan keindahan musik terutama musik klasik. Bravo!

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (14-bersambung)

Sebelum membaca tulisan ini, saya ingin mengajak kita semua: Mari, bersama kita doakan agar negara Amerika Serikat dapat segera keluar dari resesi ekonomi sehingga nilai tukar USD terhadap KRW (Korean Won) semakin menguat. Terlebih lagi sebelum tanggal 20 setiap bulannya. Amin.

Kebetulan juga di gereja tempat saya sekarang, BIC (Bethel International Church) Korea, setiap minggu ada doa untuk bangsa (ngomongin gereja? wah. konten blognya #kristenisasi nih #fentung #instafood #koreaholic #ani_yudhoyono). Mudah-mudahan minggu-minggu ini giliran Pray for USA. By the way, kalau tinggal di Seoul dan belum bergereja, bergabunglah bersama kami. Gerejanya dekat dengan Myong Dong!! Sumpe lo? Eh sumpe de gue, (apa sih ini).

Anyway, saat mengurus tax return untuk periode tahun 2013 beberapa hari yang lalu, saya mendapati pemasukan saya berkurang cukup drastis karena nilai tukar KRW yang terus menguat terhadap USD yang menjadi mata uang pembayaran gaji saya (ehm ehm, ladies *wink). Untungnya kontrak kerja saya hanya tersisa satu setengah bulan lagi dan poin ini akan menjadi salah satu pertimbangan saya saat negosiasi perpanjangan kontrak. Saya ingin digaji dengan KRW. Saya cinta KRW. 사. 랑. 해. 요. 한. 국. 돈!!

한국여자 juga sarangheyo, cewek Indonesia juga, cewek mana aja sih. Beggars can’t be choosers

Eh, sebentar. Kontrak kerja tinggal satu setengah bulan lagi, ya? O Mai Gat! Sudah lebih dari empat tahun belum pernah pulang-pulang akhirnya pulang juga. BAWA DUIT!! Yay~


Setelah menghabiskan hampir lima bulan mempelajari lagu-lagu gubahan J.S. Bach (Musette, Musette Waltz, Prelude in C, Jesus, Joy of Men Desiring dan Air on G String) , akhirnya seminggu yang lalu guru piano saya memutuskan untuk mulai mengajar lagu dari komposer lain. Akhirnya! Ludwig van Beethoven!

Setelah itu, dia pun mulai memainkan “Moonlight Sonata” gubahan Beethoven.

Perlu diketahui bahwa guru piano saya ini seorang concert pianist dengan gelar PhD in Piano Performance dari Indiana University. So, he is good. Saya sudah sering mendengar dia mendemonstrasikan kepada saya cara memainkan lagu-lagu gubahan Bach walaupun, memang sih, notasinya sedikit disesuaikan dengan kemampuan pianist pemula. Jadi bukan benar-benar versi aslinya. Saya juga sudah sering mendengarkan “Moonlight Sonata” di youtube. Bisa dibilang, saya tahu musik seperti apa yang akan saya dengar. Tapi ketika dia mulai memainkan Moonlight Sonata, hanya ada satu kata.

Beautiful (sok British).

Beethoven memang lebih pancen oye daripada Oskadon! Lebih baik dari Hit! Lebih cinta mama daripada On Clinic!

Selain itu juga, tahun lalu, saya mendapat tiket gratis dari teman PERPIKA untuk menonton KBS Orchestra yang salah satu programnya adalah Movement ke 4 dari Beethoven Symphony no 9. “Ode to Joy”. Luar biasa indah.

Karena saya ingin mendengarkan seluruh Symphony no 9 (S9), saya kemudian berlangganan newsletter dari Seoul Philharmonic Orchestra (SPO) supaya kalau ada konser S9, saya bisa nonton secara langsung. Benar saja, konser akhir tahun SPO adalah S9 tapi ternyata tiket sudah habis dari satu bulan sebelumnya. Sayang sekali.

Tapi, ada untungnya juga saya berlangganan newsletter karena bulan lalu saya mendapat info kalau untuk hari Valentine, SPO akan memainkan dua program yaitu Mozart Flute and Harp Concerto dan Rachmaninoff Symphony No.2.

http://www.seoulphil.or.kr/en/perform/concert/detail.do?idx=680

Tanpa pikir panjang, saya langsung membeli tiketnya. Benar saja, hanya tersisa satu pasang kursi yang bersebelahan. Saya membeli dua tiket. Dua tiket? Yup.

Sebenarnya sejak Desember tahun lalu, saya mempunyai ketertarikan terhadap seseorang walaupun sampai sekarang belum berani PDKT. Saya kan orangnya pemalu :”> Rencananya sih, saya ingin mengajak untuk menonton konser ini bersama-sama. Rencananya.

Sekilas mengenai kedua program tersebut: Mozart Flute and Harp Concerto (K299) adalah concerto flute pertama yang saya dengar setelah menonton film “Amadeus” biopic kehidupan Mozart. K299 movement ke-2 adalah salah satu sound track film tersebut. Keindahan concerto ini adalah salah satu penyebab saya mencintai dan akhirnya belajar memainkan flute.

movement ke-2. yang paling indah menurut saya.

Program ke-2, yaitu Rachmaninoff, Symphony no 2. One of the most romantic symphony ever written. Apalagi di detik 00:32 saat clarinet mulai solo. Dengarkan sajalah.

movement ke-3. favorit saya.

Sayangnya, walaupun belum sempat mengajak untuk nonton bareng saya tahu kalau ternyata memang tidak bisa nonton bareng karena satu dan lain hal.

Yah, penonton sangat kecewa. Aksi anarkis, stadion dirusak, ban dibakar di tengah jalan, aksi teatrikal. Tapi apa boleh buat, akhirnya saya mengajak salah satu teman Korea saya yang cewek (masak ngajakin cowok) yang juga pecinta orchestra dan pemain piano dan violin di gerejanya. Untungnya dia mau. Sip lah, setidaknya saya tidak menonton konser romantis ini sendirian.

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (13-bersambung)

“밥 주세요! (Tolong beri makanan)” sahut ibu-ibu (ajumma -아줌마) paruh baya itu sambil tergopoh-gopoh menghampiri saya. Rambutnya dikeriting seperti kebanyakan rambut ajumma Korea agar tidak terlihat tipis karena sebagian besar rambutnya telah rontok. Pakaiannya lusuh dan tanpa susunan yang jelas. Hanya lapisan demi lapisan baju untuk mencegah dingin menusuk kulit di udara yang mendekati minus empat derajat saat itu. Matanya yang kecil berbinar dan senyumnya terkembang seraya menengadahkan tangan di depan saya. “밥 주세요”, ulangnya.

Kardus berisi makanan kotakan yang saya bawa sudah kosong dan saya tertinggal cukup jauh dengan rombongan untuk memastikan persediaan masih ada dan membagikannya pada ajumma ini. “죄송합니다. 다 됬습니다. (Maaf, sudah habis)” jawab saya. Senyum si ajumma masih terkembang namun binar di matanya memudar. Saya pun berlalu menyusul rombongan yang bersama-sama membagikan makanan pada para tunawisma yang berdiam di lorong-lorong Seoul Station, berlindung dari udara musim dingin.

Lima puluh kotak makanan masih belum cukup. Natal tahun depan jumlahnya harus ditambah.


Saya tidak suka Jepang. Cuma satu hal yang saya suka dari Jepang. Adult video.

– Kepala departemen

Memasuki tahun baru 2014, satu dari beberapa hal yang ada di pikiran saya adalah kontrak kerja yang tinggal tiga bulan. Saya harus menentukan pilihan. Lanjut kerja di Korea, pindah ke negara lain untuk mencari pengalaman baru, pulang ke Indonesia setelah empat tahun belum pernah pulang-pulang atau… atau… lanjut PhD?

Sebenarnya sih, satu-satunya alasan PhD masuk dalam pilihan adalah keinginan saya untuk merasakan campus romance. Kuliah enam tahun masak ga pernah pacaran. Hiks… eh, kalau dipikir-pikir sih selain cuma enam bulan pacaran long distance awal kuliah S1… saya … jomblo sejak lahir. OMAIGAT. Nangis di pojokan one room. Yoi dong. One room.

Sebulan yang lalu saya pindah dari Gosiwon (kamar kos-kosan 2 meter x 2 meter ) ke One Room (kamar + dapur + kamar mandi). One room yang saya tinggali sekarang adalah “kosongan” artinya perabotan tidak disediakan oleh pemiliknya sehingga saya harus membeli perabotan seperti meja, kursi, tempat tidur, kompor, kulkas, mesin cuci, lemari, dll dari teman kantor penyewa one room ini sebelum saya. Jadi, sebenarnya keputusan sudah saya buat sebulan yang lalu. Sepertinya saya akan tinggal di Korea sampai batas waktu yang belum ditentukan. Hidup Korea! Yay! Manse!! (sambil mengangkat kedua tangan ke udara)

Hidup di oneroom ternyata berbeda dengan gosiwon. Kalau di gosiwon dulu tinggal tidur dan makan gratis nasi + kimchi, sekarang saya harus mengatur semuanya sendiri. Mulai dari membuang dan memilah-milah sampah, memasak nasi, mengurus listrik, gas dan internet sendiri serta mengusir penyebar sekte-sekte agama door to door (baru sekali sih, tapi ceweknya manis euy. Kerjanya di Seongsu lagi. Satu stasiun metro sama kantor saya). Sektenya tentang pohon kehidupan, kita adalah daun-daunnya dan sesuatu tentang akar dan budi pekerti luhur. Begitulah pokoknya, susah penjelasannya bahasa Korea. Selanjutnya, kita sebut saja sekte cinta lingkungan. Hmm……kalau ditulis begitu, jadinya kok ga aneh-aneh banget ya. Kartu namanya dulu mana sih…cewek manis pecinta lingkungan yang kerja di Seongsu.

Di oneroom yang sekarang, tetangga-tetangga samping tempat saya cukup berisik sehingga saya pun tidak sungkan untuk latihan flute di dalam kamar. Selama dua bulan terakhir saya harus latihan cukup intensif (padahal cuma 30 menit sehari) untuk mempersiapkan flute recital saya memainkan lagu Bengawan Solo tanggal 23 Desember kemarin. Pengalaman pertama saya pertunjukan flute ini akan saya ceritakan di post selanjutnya saja biar tidak terlalu panjang seperti iklan choki-choki.

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (12-bersambung)

For slur, just blow without tonguing.

– Guru les flute

“The Pathetique Symphony” adalah symphony terakhir yang ditulis oleh Tchaikovsky sebelum ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Karakteristik symphony ini terletak pada nada diminished (lebih kecil dari nada minor) yang muncul tiba-tiba di tengah rantaian nada-nada major. Pada umumnya nada major melambangkan keceriaan sedangkan nada minor menggambarkan kesedihan. Rumor menyebutkan bahwa di akhir hidupnya komposer kenamaan Rusia ini mengalami depresi karena tekanan dari kekaisaran Rusia yang ingin menutupi hubungan cinta sesama jenis yang dilakukannya dengan salah satu anggota keluarga kekaisaran.


Salah satu hal yang saya sukai dari guru les piano saya adalah pengetahuannya yang luas tentang sejarah musik-musik klasik. Sebelum memberikan PR untuk minggu ini, yaitu sepenggal dari The Pathetique Symphony yang diaransemen untuk piano (mulai menit 04:39- 05:40 dilanjutkan ke 07:01 – 08:00), ia memberikan latar belakang agar saya dapat memainkannya dengan sedikit melankolis menyesuaikan dengan keinginan komposernya.

Walaupun saya sangat senang diajar oleh guru piano saya sekarang, saya sedikit berharap kalau seandainya dia bukan laki-laki single umur 34 tahun. Seandainya wanita, maka berdua di dalam ruangan berbau lavender sambil menghadap baby grand piano berwarna putih dan sesekali saling menyentuh tangan untuk mengajarkan tentang balance kekuatan masing-masing tangan sebagai accompaniment dan harmony tidak akan terasa awkward.

Guru piano cewek : Fingering kamu salah, mari saya contohkan cara fingering yang benar………

  • ♫ bom chicka pew pew. bom chicka diw diw ♫. (musik latar belakang film biru tahun 90an)

Ternyata film “The Pianist (the ‘a’ is silent)” yang saya download di torrent bukan film the pianist yang itu……(menghela nafas panjang)………kunci pintu kamar.


Anyway, berbicara tentang double entendre, les flute saya akhir-akhir ini semakin serius karena jadwal recital saya semakin dekat.

Yoi, flute recital. Tanggal 23 Desember nanti. Guru flute saya sudah menjadwalkan seluruh muridnya untuk memainkan satu lagu pilihan tergantung tingkat kemahiran. Karena saya masih pemula, kemungkinan besar Rabu ini, bu guru akan memilih lagu versi pemula dari “The Entertainer” oleh Scott Joplin untuk saya mainkan.

Setelah recital, nantinya kita akan sama-sama memainkan beberapa Christmas Carol. Sepertinya akan sangat menyenangkan.

Walaupun menyenangkan, belajar flute itu cukup susah. Hal yang paling susah dilakukan selama jam pelajaran bukan meniup flute, tetapi menahan agar muka saya tetap poker face dan tidak berubah menjadi muka mesum selama guru menerangkan karena adanya kata-kata seperti fingering, blowing, dan tonguing.

Mari saya ceritakan sedikit tentang pengalaman saya belajar flute. Setelah bertukar email tentang jadwal dan biaya les privat flute, saya pun setuju untuk latihan tiap hari Sabtu pagi di apartemennya si agassi (belum menikah) PSH (inisialnya –red). Sebelumnya, sedikit latar belakang tentang agassi PSH. Ia adalah guru flute dengan gelar S2 Music Education dari Yonsei Univ dan pengalaman touring selama 1 tahun di USA sebagai flautist. Plus, she is a super cute 32 years old Korean woman.

Sebelum pelajaran, saya dan agassi PSH yang berbusana musim panas di rumah sendiri, saling memperkenalkan diri. Saya menyebutkan alasan saya ingin belajar flute yang saya ceritakan di dua post sebelumnya, tentang Gabriel’s Oboe dan Harp and Flute concerto oleh Mozart. Selain itu, saya juga ingin memainkan lagu-lagu gereja. Mendengar cerita saya, agassi PSH langsung mengangguk setuju dan menyebutkan bahwa ia juga flautist di gereja. Ia juga setuju kalau Harp and Flute concerto oleh Mozart adalah musik yang sangat surgawi. Kesan pertama yang cukup bagus menurut saya.

Pelajaran pertama adalah tentang pernafasan yang merupakan inti dari alat musik tiup. Pernafasan melalui perut dan bukan dengan dada. Agassi PSH (APSH) memperagakan cara bernafas yang baik dan benar. Selama 20 detik, tanpa pikiran mesum sama sekali (seriusan!), saya hanya memandang dada yang naik turun di depan saya. Keseriusan saya untuk belajar flute sangat besar. Tiba-tiba, APSH menyuruh saya untuk menyentuh perutnya untuk merasakan bagaimana perubahan diafragma memberi efek pada kembang kempisnya perut. Kemudian, saya memegang perut APSH. Nope, tidak ada pikiran mesum sama sekali. Keseriusan saya untuk belajar flute sangat besar.

APSH kemudian menyarankan saya agar membeli flute sendiri untuk berlatih mandiri. Pilihan kami jatuh kepada Yamaha YFL-221 Student Flute.

Casio Digital Piano CDP-120 dan Yamaha YFL-221 Student Flute

Latihan flute ternyata lebih menyenangkan dari yang saya bayangkan. Tidak ada tekanan, tidak ada ujian. Hanya ada bermain musik dan segala sesuatunya menyenangkan.
NB: Judul film “The Pianist (the ‘a’ is silent)” itu fiktif. Siapa tau ada yg cari di torrent.

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (11-bersambung)

“Do you want to know how I got these scars? (Sambil menujuk bekas jerawat)?” “Lack of hygiene……and genetics.”

-Kalau saya jadi Joker

Korelasi antara Korea dan operasi plastik bisa dibandingkan dengan korelasi antara mie goreng Cina dan minyak babi. Tidak semua yang enak pakai minyak babi. Banyak juga kok mie goreng yang enak tapi tidak pakai minyak babi. Lagipula pakai minyak babi pun belum tentu membuat mie goreng jadi enak. Walaupun banyak yang pro-kontra menurut keyakinan masing-masing, kalau pendapat saya pribadi sih, mau dikasih apa saja yang penting enak. I am shallow that way.

Setelah satu setengah tahun tinggal di Seoul, dua minggu lalu adalah pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Apgujeong, ibukota operasi plastik seluruh Korea. Penuhnya seluruh stasiun dengan billboard iklan operasi plastik seakan-akan memberikan penegasan akan reputasi daerah ini. Iklan-iklan yang biasanya terdistribusi di stasiun-stasiun lain semuanya terkumpul di sini. ID byongwon, Jewelry byongwon, BK byongwon…sampai hapal gara-gara iklannya sudah sangat lazim.

Kalau melihat foto before-afternya, sebenarnya sih model iklan BK byongwon dari awalnya sudah lumayan manis. Tidak perlu operasi, cuma mungkin matanya perlu dikasih eye-shadow dengan teknik shading beberapa lapisan jadi terkesan ada persepsi kedalaman supaya kelopaknya tidak terlihat luas dan menyebabkan mata jadi terlihat sipi……

What the heck is wrong with me??!!

Ini pasti gara-gara akhir-akhir ini di tv dalam stasiun subway yang biasanya menayangkan break dancing dan extreme sports channel youtube sekarang malah diganti menjadi channel tutorial make-up. Siapa sih yang menentukan video apa yang ditayangkan? Karena biasanya di stasiun Konkuk University jam pulang kantor selalu ramai dan membentuk dua gelombang penumpang, saya jadi sempat melihat videonya dari awal sampai akhir. Make-up memang seperti yang dikatakan iklan pensil warna Luna Aquarell tahun 90-an.

Wow, magic! pensil warna bisa berubah menjadi cat air.

Make up is magic. Cewek cantik bisa berubah menjadi lebih cantik lagi…Karena semua wanita pada dasarnya memang cantik.

Pembaca : Dengan kemampuan menggombal seperti itu, sudah jelas alasan kenapa lu masih jomblo, Tom.


Walaupun kebanyakan orang yang setelah melihat wajah saya di stasiun Apgujeong mengangguk seakan-akan mengisyaratkan “Keputusan kamu sudah tepat datang kesini”, saya ke Apgujeong bukan untuk operasi plastik. Saya ke sana untuk mengikuti kelas bible study.

Setelah membaca melalui berbagai media tentang bagaimana agama yang seharusnya menurut bahasa Sansekerta berawal dari a – gam (tidak kacau) ironisnya malah menjadi penyebab kekacauan, saya menemukan iman saya sedikit goyah. Saya memutuskan untuk mencari kelas untuk belajar kitab suci dan akhirnya saya menemukan satu komunitas yang biasa belajar bersama di daerah Apgujeong. Saya pun berangkat ke sana.

Saya tidak akan bercerita tentang isi pelajarannya namun saya akan bercerita tentang pengalaman saya secara umum. Terutama cerita mengenai Meriel. Gadis ramah berparas menawan dan berhati putih bagai salju namun juga hangat bagai roti yang baru keluar dari oven.

Kelas ini diajar oleh seorang pastur dan metode pengajarannya benar-benar seperti sebuah kelas. Peserta terdiri atas berbagai negara seperti Korea, US, Kamerun, Belanda, Cina, Pakistan dan Mesir. Walaupun kelasnya dalam bahasa Inggris, namun orang Mesir ini biasa menulis di bukunya dengan huruf Arab. Yup, kelas Alkitab yang ditulis dengan bahasa Arab.

Hari pertama kelas ini, saya duduk bukan di samping pak kusir yang sedang bekerja karena hari itu bukan hari Minggu. Saya duduk di samping cewek Korea bernama Meriel dan setelah kelas selesai kami mengobrol dan pulang bareng. Saya heran dengan namanya yang kurang lazim untuk orang Korea karena biasanya nama Inggris orang Korea cukup umum. “Jennifer, Essie, Jessica, Laura, dll” Saya pun menanyakan arti namanya dalam perjalanan pulang (dalam bahasa Inggris yang diterjemahan ke bahasa sehari-hari)

Saya : Nama lu unik banget. Siapa yang ngasih?

Dia : Gw sendiri.

Saya : Oh ya, keren aja. Artinya apaan?

Dia : Dalam bahasa Celtic artinya “shining ocean”

What the fucking awesome. Keren ga sih, bisa ngasih nama ke diri sendiri. Kalau saya bisa saya mau kasih nama saya “Kotaro Minami” yang arti bahasa Indonesianya ‘”Ksatria Baja Hitam”

Kr_black
dengan rasa cinta….takut dikalahkan! Ksatria baja hitam maju terus~

Setelah sampai di stasiun Apgujeong kami pun berpisah karena beda jurusan. Dia jurusan Psikologi sementara saya jurusan IT. Sampai jumpa hari Jumat, gadis ramah yang sudah belajar piano sejak usia lima tahun dan sekarang sedang belajar biola.

Hmm. jadi teringat saya belum sempat bercerita tentang les flute saya. Padahal banyak cerita menarik tentang kelas flute. Tapi berhubung post kali ini sudah terlalu panjang, dilanjutkan lain kali sajalah. Saya mau kakao talk an dulu sama si lautan yang bersinar.