Keluhan saya yang terbaru (1-bersambung)

Sebelum corona : makan di warung di bedeng, ada kecoa. Ih jijik, jorok banget.

Setelah corona : makan di warung di bedeng, sebelum masuk dicek temperatur, pedagangnya pakai masker semua, ada kecoa. Bedeng ini sudah mematuhi standar kesehatan.


Saya dan istri sedang menggemari anime di Netflix berjudul Aggretsuko. Seperti tradisi, kami menghabiskan 3 season hanya dalam waktu 1 minggu saja.

Saya sedikit kecewa karena di akhir Season 3 (spoiler alert!) Haida masih teguh memilih Retsuko daripada Inu. Padahal Inu anggun, pengertian dan jelas suka sama Haida. (Ya, saya baru saja mendeskripsikan anjing kartun humanoid dengan kata anggun). Sepertinya Aggretsuko memang entry level untuk masuk pada kehidupan sebagai seorang furry.

Walaupun demikian, kami masih tetap antusias menunggu season 4. Untuk mengisi kehampaan, kami bahkan mulai main mobile game-nya Aggretsuko. (Saya sudah level 438 saat penulisan blog ini. Setelah menuntaskan 10 level, ada cuplikan anime sekitar 1:30 menit yang tidak ada di Netflix).

Dari semua level yang sudah saya tamatkan, 200 nya saya selesaikan saat saya dan istri staycation di sebuah hotel bintang 5 di kawasan Kuningan. Karena tidak bisa liburan di luar kota, maka kami memanfaatkan promo-promo staycation karena harga yang sangat jauh didiskon. Memang, kami tidak bisa memanfaatkan semua fasilitas di hotel, tapi staycation itu – meminjam istilah orang Perancis- je ne sais quoi, sesuatu yang spesial.

Sayangnya staycation saya saat itu sedikit terganggu dengan kesalahan saya membuka email kantor. “Kindly open the attachment“.

Kindly.

Pemakaian kata “Kindly” membuat saya sedikit triggered. Mengapa orang memilih kata “Kindly” dibandingkan “Please“.

Menurut Google Translate, “Kindly” berarti in a kind manner, sehingga “Kindly check the attachment” berarti : Buka lampiran dengan kasih sayang.

Oh yeah lampiran, di kamar hotel ini, saya akan pasang lampu downlight, setel musik dan saya akan membukamu dengan penuh kasih sayang.”

Saya tahu, kindly dalam konteks ini memang bukan “in a kind manner” seperti itu. Namun, pemakaian kindly sendiri itu sudah sangat ketinggalan jaman seperti data di grafik di bawah.

Perbandingan please dan kindly di buku terbitan 1900-2000

Di tahun 2020 ini, sudah layaklah kita untuk meninggalkan hal-hal yang sudah ketinggalan jaman. Contohnya pemakaian kata “Kindly” ini.

Jadi, demikianlah keluhan saya. Terima kasih untuk sudah peduli. Kindly leave comments and subscribe to my blog.

Advertisement

Tom habis beli kulkas

Sekarang jam 20:30 dan kepala saya pusing setengah mati. Saya berusaha untuk tidur tapi jantung berdegup terlalu kencang. Mungkin karena kopi. Sejak beli kulkas portabel dua minggu yang lalu saya jadi keranjingan dengan ramuan kopi instan coffemix plus susu cair ultramilk plus es batu. Coffeemix plus air panas sedikit saja sampai serbuknya larut, kemudian ditambah susu sampai setengah gelas dan terakhir es batu. Gelasnya bekas selai sarikaya yang ada alur tutupnya ala-ala kedai teh tarik. Ngomong-ngomong, saya baru tahu ternyata selai sarikaya tidak terbuat dari buah srikaya. Yup. Mungkin hanya saya yang berpendapat demikian. Liburan natal tahun lalu, Mama membuat sendiri selai sarikaya yang ternyata bahan utamanya adalah santan, gula dan telur. Rasanya jauh jauh jauh lebih enak dari yang dijual di minimarket.

Kulkas portabel yang saya beli adalah Toshiba Glacio XD7. Saya beli di tokopedia karena di sana ada penjual yang mencantumkan nomor handphone dan bisa COD (Cash On Delivery). Sejauh ini lumayan memuaskan walaupun memang sedikit berisik. Tujuan utama saya membeli kulkas adalah untuk menyimpan buah-buahan karena metabolisme bapak-bapak berusia 30 tahun seperti saya membuat penumpukan lemak di daerah perut semakin jelas.

Untuk mengurangi timbunan lemak, saya juga makin sadar dengan asupan kalori saya. Satu sachet coffemix 150 kalori. WTF! Untuk membakar 150 kalori itu memerlukan waktu 15 menit lari di treadmill dengan kecepatan rata-rata 8 km/jam. WTF! Jadi untuk mengurangi lemak, sebenarnya jauh lebih efektif dengan mengatur pola makan daripada dengan olahraga.

Saya berencana untuk membeli buah-buahan dari pasar Mencos yang berada di dekat kos. Salah satu hal yang mungkin dapat menjadi hambatan adalah proses tawar-menawar. Saya tidak ahli. Karena itu, saya mencoba untuk meminta bantuan dari Nari, pacar saya.

Minggu sore, saya dan Nari pergi menuju pasar. Sebelum belanja, kami membekali diri dengan kisaran-kisaran harga dari situs pasarminggu.co. Pisang cavendish 500g harganya 11.500. Pepaya California 17.000. Mindset kami adalah “yang penting lebih murah dari harga supermarket”. Rencana awal adalah mendatangi beberapa toko untuk tolak ukur harga. Setelah makan mie Aceh super asin di dekat pasar, kami pun siap. (Serius, mi Aceh nya asin banget. Dua pesanan dia masak dua kali, jadi ga ada alasan masaknya salah. Emang se-asin itu.)

Okey. showtime. Kami masuk ke toko pertama. Buah-buahannya banyak. Saya mendorong-dorong Nari dari belakang sambil mengangkat dagu ke arah pisang dengan maksud tersirat yaitu “Nari sayang, minta tolong dong tanyain harga pisang. Aku ga ngerti cara nawarnya~”

Nari mengangguk mengerti walaupun mungkin bagian sayang-sayangannya tidak tersampaikan sempurna.

“Pisang berapa bang?” tanya Nari.

“17.000 sekilo.”

“Hmm” tanggap saya seraya mengangguk dan membolak-balik pisang seakan-akan saya tahu membedakan kualitas pisang di luar dua hal yaitu kuning dan mulus.

Dagu pun beraksi lagi. Kali ini ke arah pepaya.

“Paya nya berapa bang?” tanya Nari, kekasih hati saya.

“10 ribuan sebiji.”

“Hooo”, jawaban saya sambil mengangguk-angguk lagi.

“Gimana?” tanya Nari.

Saya hanya mengangkat bahu tanda pasrah. Ya udah sih, hasilnya sesuai dengan obyektif awal. Lebih murah dari pasarminggu.co dan supermarket.

Kami pun menawar untuk formalitas dengan antusiasme karyawan bank hari Rabu sore. Abang penjual buah tidak bergeming. Akhirnya kami membeli pisang sekilo dan sebuah pepaya dengan harga awal.

Di perjalanan pulang, saya berkomentar, “Kita ga nanyain tempat lain.”

“iya”, sahut Nari.

Tom bertemu Bunga (bukan nama sebenarnya) dari divisi training

Sudah sebelas bulan Tom bekerja sebagai pegawai di salah satu bank swasta asing di Indonesia. Kesehariannya di kantor diisi dengan pengembangan fasilitas Internet Banking dan aplikasi Mobile Banking di bank tersebut.

Sebelum makan siang, seperti biasa ia mengecek email kantor karena ia menunggu kabar dari bagian operasi untuk konfirmasi pengujian salah satu fitur baru di Mobile Banking. Benar saja, ada email baru yang masuk ke inboxnya. Namun bukan email dari operasional, melainkan dari bagian Training dengan subjek bertuliskan “Undangan Training Sertifikasi Manajemen Resiko.” Email itu menyebutkan bahwa Bank Indonesia mewajibkan seluruh pegawai bank untuk mempunyai sertifikasi tersebut dan Ia adalah salah satu pegawai yang diundang untuk melaksanakan training dan kemudian mengikuti ujian sertifikasi. Ia juga harus melengkapi beberapa dokumen sebagai persyaratan ujian. Bagian bawah email menyebutkan bahwa dokumen atau pun pertanyaan seputar topik ini dapat ditujukan kepada Bunga dengan nomor ekstensi sekian sekian. “Ah, merepotkan saja”, pikirnya sambil mengingat-ingat dimana ia menyimpan persediaan pas foto 3×4 miliknya.

Keesokan harinya, saat sedang mencari tempat sarapan di sekitar kantor, ia bertemu dengan Budi (bukan nama sebenarnya), teman satu kantornya yang ia kenal saat menjalani training pegawai baru. Budi dan temannya-siapa-namanya sedang sarapan mi ayam. Walaupun saat itu ia sebenarnya ingin sarapan bubur ayam tapi karena disapa oleh Budi, ia pun ikut sarapan mi ayam.

Di tengah obrolan, Tom membuka topik perihal undangan sertifikasi yang ia terima.

Men, lu dapet email dari training ga buat sertifikasi apalah kayak resiko-resiko gitu?” tanyanya.

Kaga ada bro. Lu dapet?” jawab Budi.

Hooh, dari training. Ini ntar siangan mau ngasih dokumen ke sana.”

“Dari training, siapa bro?”, tanya Budi

Bunga.”

Beeeuhhhh. Roknya bro. ”, serentak Budi dan siapa-namanya melakukan gesture yang biasa dilakukan orang saat menandai kedalaman banjir dengan ukuran kaki. Di atas lutut.

Seksi ya?” tanya Tom. Retoris.

“Yoi bro, gila lu.”


Setibanya di kantor, ia segera mencari informasi tentang Bunga di sistem informasi kantor.
Siapa sih Bunga ini sampai-sampai mempertanyakan keseksiannya merupakan satu pertanda ketidakwarasan.” pikirnya.
“Oke sih.” tanggapannya saat melihat pas foto Bunga di kartu nama elektronik. Walaupun memang, tidak secantik Nari, pacarnya.

Sesuai rencana, siang harinya Tom pergi untuk menyerahkan dokumen kepada Bunga. Ruangan Bunga berada di lantai yang berlainan dengannya sehingga mereka tidak pernah bertemu muka.

Setibanya di ruangan, Tom memindai seluruh tempat dan tidak perlu waktu lama untuk mengenali Bunga yang sedang berdiri sambil berdiskusi dengan pegawai-tidak-relevan. Yup. Kalau banjir di daerah Grogol, besar kemungkinan roknya Bunga tetap kering. Lebih manis daripada fotonya juga. Walaupun memang tidak semanis Nari, pacarnya.

Misi”, sahutnya untuk menarik perhatian Bunga. “Mau ngasih dokumen buat sertifikasi.

Oh, iya pak.” tanggap Bunga sambil duduk kembali ke mejanya.

Tanda tangan di sini pak.” sahutnya sambil menggeser selembar kertas ke samping kirinya.

Setengah merunduk, Tom menandatangani kertas konfirmasi. Tidak sengaja ia melihat ke arah bawah.

Wow.” Walaupun memang tidak se-wow Nari, pacarnya. Bukannya Nari pernah berbusana seperti itu tapi seandainya dalam skenario hipotetikal harusnya lebih wow. Begitu. Ah. Lubangnya semakin dalam dan dalam saja.

Setelah menandatangani kertas dan menyerahkannya kepada Bunga, Tom melihat di jari manis tangan kiri Bunga terpasang cincin yang sepertinya terbuat dari emas putih dengan bertahtakan berlian.

Keluar dari ruangan, Tom segera membuka aplikasi chat dan mengirim pesan kepada Budi.

“Men. Bunga ada cincinnya. “

Tom naik ojek ke kosan

Hari ini Tom pergi ke tempat fitness di Plasa Semanggi. Ia ingin sekali mengurangi lemak di perutnya.

Hari Minggu yang lalu saat ia pergi ke gereja di Cibubur bersama Nari, pacarnya, mamanya Nari memberikan ia hadiah ulang tahun berupa kemeja. Sesampainya di kos, ia segera mencoba memakai kemeja tersebut. Kemejanya bagus, pikirnya. Warnanya biru tua dan ukurannya pas di tubuhnya. Ia lekas menuju cermin untuk melihat penampilannya dengan baju barunya itu. Tapi alangkah terkejutnya ia saat melihat penampilannya. Perutnya terlihat dengan jelas ketika mengenakan kameja itu!

Karena itu, ia bertekad untuk mengurangi lemak di perutnya agar ia tidak merasa malu saat mengenakan kemeja itu. Ia ingin mengenakannya minggu depan untuk menunjukkan apresiasi atas pemberian hadiah tersebut.

Tom pernah mengikuti sesi PT (Personal Trainer) selama dua bulan. Saat itu, trainernya menyarankan bahwa untuk menurunkan kadar lemak, maka ia harus sering latihan kardio. Hari itu komposisi latihan yang ia lakukan adalah 15 menit di treadmill, beberapa latihan angkat beban dan ditutup dengan kardio lagi selama 30 menit. Ia sangat lelah.

Setelah mandi, selagi mengemasi baju dan sepatu olahraganya, ia teringat bahwa air minum galon di kosnya hampir habis. Ia pun mengisi botol minumnya sampai penuh. Ia menaruh botol minumnya di bagian yang paling bawah dari tas ranselnya. Tom sedikit khawatir kalau botolnya bocor karena ia juga membawa laptop kantor ke kos karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan, tapi Tom berpikir bahwa kekhawatirannya tidak beralasan. Ia meninggalkan tas ranselnya di atas bangku dan menata rambutnya di depan cermin ruang ganti.

Tiba-tiba, “bruak!” Tasnya jatuh! Air meluber dari dalamnya. “Gawat! “, pikirnya. Segera ia mengeluarkan laptop yang sudah basah namun tidak sampai terendam. Botol minumnya pecah. Ia segera bergegas untuk pulang agar dapat mencoba menyalakan laptop tersebut. Biasanya ia berjalan kaki dari Plasa Semanggi ke kosnya. Namun kali ini keadaan memaksanya untuk dapat tiba dengan lebih cepat.

Ia pun memilih untuk menggunakan ojek. Ongkos ojeknya 20 ribu, lebih mahal 5 ribu dari biasanya. Tapi ia tidak punya waktu untuk negosiasi harga dengan abang ojek. Setiba di kamar ia segera menyalakan laptopnya.

Ternyata laptopnya masih berfungsi dengan baik. Ia pun lega.

Tom pergi ke Yamaha Music Gatot Subroto

Sudah lama sebenarnya Tom ingin belajar pop piano atau keyboard. Beberapa hari yang lalu, ia dan Nari, pacarnya, mengunjungi salah satu cabang Yamaha Music School di Grand Indonesia (GI). Mereka pergi ke GI dalam rangka memenuhi undangan reuni kecil teman-teman yang pernah bergereja bersama di Bethany International Church (BIC) Seoul.

Setelah rangkaian acara reuni selesai, ia dan Nari berjalan-jalan mengitari mall sampai kemudian ia melihat tempat kursus tersebut. Karena ingin tahu, ia dan Nari bersama-sama masuk ke dalam tempat tersebut sembari bertanya-tanya perihal harga dan jadwal, ia mengambil beberapa selebaran termasuk kursus saksofon, flute dan tentunya pop piano. Penjaga toko juga memberikan mereka daftar harga kursus. Biaya kursus private per bulan berkisar antara 450 ribu saat hari biasa dan 500 ribu untuk akhir pekan.

Tom menyadari bahwa ia tidak perlu jauh-jauh pergi ke GI untuk kursus karena di dekat kantornya di jalan Gatot Subroto ada tempat kursus Yamaha Music. Ia berencana untuk pergi ke tempat itu keesokan harinya.

Setelah bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore, Tom menaiki kopaja nomor 640 untuk menuju tempat kursus tersebut. Setibanya di sana, ia ditanyai oleh satpam tentang keperluan kedatangannya. Ternyata tempat kursusnya sudah tutup! Jam bukanya adalah sampai jam 4:30. Tom menyesali kurangnya antisipasi terhadap hal ini. Seharusnya ia mencari dulu jam operasionalnya di Google.

Akhirnya Tom pergi ke Fitness First di Plasa Semanggi untuk berolahraga.

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (20-bersambung)

Pertanyaan : Apa bedanya baking soda dengan baking powder?

Jawaban : Keduanya merupakan pengembang untuk membuat kue. Pengembang dalam hal ini adalah sodium bicarbonate yang bereaksi terhadap zat asam (susu, jeruk, cokelat, madu) dengan cara melepaskan gelembung-gelembung karbondioksida (CO2) yang terbentuk saat adonan dipanggang dalam oven. Jadi pengertian “mengembang” adalah keluarnya gelembung tersebut dalam adonan sehingga tidak lepes. Lepes bahasa Indonesia bukan sih? Sepertinya sih bahasa Batak. Maksudnya gepeng.

Nah, bedanya adalah baking soda = sodium bicarbonate murni sedangkan baking powder = baking soda + zat asam pemicu reaksi. Jadi baking powder lebih komplit dari baking soda. Tapi, tidak dapat diganti-ganti karena 1 sendok baking soda tidak sama dengan 1 sendok baking powder. 1 sendok baking powder = (mungkin) 1/2 baking soda + 1/2 zat asam pemicu reaksi.

Saya tahu bedanya karena kemarin saya baru mencoba resep untuk membuat “rice cooker pancake” dan saat membeli bahan-bahannya agak bingung karena mart dekat rumah cuma menjual baking powder sedangkan resep yang saya baca memerlukan baking soda. Setelah mencoba untuk menelepon mama di Indonesia melalui kakao talk gagal, saya pun memutuskan untuk mencari tahu lewat google dan akhirnya saya jadi tahu.

Hasil pancake buatan saya cukup lumayan walaupun saya tidak menggunakan takaran saat mencampur adonan.

Berikut adalah langkah-langkah pembuatannya:

  1. Masukkan 1 butir telur ke dalam wadah rice cooker. Kocok sampai merata.
  2. Masukkan 1 sdm (sendok makan) cream cheese. Kocok sampai merata.
  3. Heran karena adonan tidak bisa merata dan cream cheese tetap menggumpal.
  4. “Ya udah sih, dimakan sendiri ini.”
  5. Masukkan tepung hot cake buatan ottogi secukupnya.

6. Campur sampai merata.

  1. Heran karena tidak terlihat seperti adonan kue.
  2. “Ya udah sih, dimakan sendiri ini.”
  3. Masukkan susu cair secukupnya.
  1. Senang karena sekarang sudah terlihat seperti adonan kue.
  2. Masukkan lagi susu cair. Sepertinya kebanyakan. Masukkan lagi tepung hotcake. Sepertinya kebanyakan…
  3. “Ya udah sih, dimakan sendiri ini.”
  4. Mix and match tambahan susu dan tepung sampai terlihat seperti adonan yang pernah dibuat mama dulu.
  5. Campur sampai merata. Pakai sendok makan. Capek. Pakai dua sendok makan. Tidak banyak membantu. Sekarang malah tambah susah untuk mengaduk adonan dan tambah peralatan untuk dicuci.
  6. Bego-begoin diri sendiri.
  7. Bersihkan adonan yang menempel di sendok utama dengan sendok tambahan. Tidak bisa. Bersihkan dengan jari. Jilat jari. Enak juga ya.
  8. Lanjutkan mencampur adonan dengan hanya satu sendok makan.
  9. Tambahkan baking powder sedikit. Kayaknya kurang, tambah lagi. Udah kali ya.
  10. “Ya udah sih, dimakan sendiri ini.”
  11. Kocok sampai capek dan menyesali keputusan membuat kue.
  12. Masukkan dalam rice cooker. Tekan tombol sebelah kanan. Yg sebelah kiri untuk memanaskan nasi. Rice cookernya bahasa Korea. Kalau mau tekan tombol sebelah kiri juga tidak apa-apa. Terserah. Saya bukan mamanya kamu. Mamanya kamu mungkin sekarang sedih karena kamu akhir-akhir ini jarang telepon padahal dia sudah kangen.
  13. Telpon mama dan kangen-kangenan sambil menunggu kue-nya jadi.
  14. Mama nanya udah punya pacar atau belum.
  15. Membela diri dengan berargumen kalau sekarang ini sedang sibuk banget dengan projek dan kerjaan jadi ga ada pikiran sama sekali buat pacaran. Padahal kenyataannya cukup desperate. Dikenalin temen gereja dengan teman ceweknya di Indonesia lewat facebook. Friend Request diterima tapi sudah di-message dua kali belum dibales-bales juga.
  16. Bau uap susu yang keluar dari rice cookernya enak banget. Seriusan.
  17. Udahan teleponnya.
  18. Buka tutup rice cooker untuk cek kondisi padahal belum bunyi ctek. Maksudnya siklus memasaknya belum selesai. Ternyata adonan yang awalnya cuma seperempat wadah sekarang hampir tiga perempat wadah. Baking powder power. Yeah!!
  19. Tusuk-tusuk adonan dengan sumpit untuk memastikan bahwa semua adonan sudah kering dan masak. Sudah lumayan sih, pinggir-pinggirnya juga sudah agak cokelat gosong.
  20. Pindahkan kue ke piring. Oles dengan madu yang dibawa dari Indonesia waktu pulang bulan April kemarin dan disuruh mama dimakan tiap hari tapi sampai sekarang masih penuh satu botol. Potong satu bagian. Atur-atur. Foto.
  1. Posting ke facebook. Berharap banyak yang like dan comment, termasuk yang lagi di-stalking. Bukan. Bukan temennya temen gereja itu.
  2. Kecewa.
  3. Tulis blog tentang langkah-langkah memasak kue,
  4. Posting ke facebook. Berharap banyak yang like dan comment, termasuk yang lagi di-stalking.
  5. Kecewa?

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (19-bersambung)

When I’m stuck in the day that’s grey and lonely I just stick up my chin and grin and say oh The sun’ll come out tomorrow So you got to hang on till’ tomorrow, come what may! Tomorrow, tomorrow, I love ya, tomorrow You’re always a day away! Musical “Annie” – Tomorrow

Sewaktu kuliah tahun ketiga di kampus S1 dulu (pembaca : ciee, tau deh yang S2) , kami diharuskan untuk menjalani magang selama satu semester penuh sebagai bagian dari kurikulum. Setelah lamaran magang di beberapa perusahaan tidak mendapat respon positif, saya dan seorang teman saya akhirnya diterima untuk magang di salah satu Sekolah Internasional yang terletak di daerah Pantai Indah Kapuk. Daerah yang menurut deskripsi Feny Rose merupakan “hunian premium dan eksklusif bagi masyarakat urban yang mendambakan kehidupan asri atau green living di timur Jakarta yang hanya berjarak satu jam dari bandara Internasional Sukarno Hatta” atau jika diterjemahkan ke bahasa sehari-hari menjadi “perumahan elit daerah Jakarta Timur dekat bandara.” Contoh lain dari gaya bahasa Feny Rose antara lain:

  • Contoh kalimat biasa : Perumahan ini dilewati angkutan umum.
  • Contoh kalimat Feny Rose : Lokasi hunian ekskusif ini sangat strategis karena terintegrasi dengan sistem transportasi perkotaan ibukota ditambah dengan mudahnya akses menuju bandara Internasional Sukarno Hatta yang hanya berjarak satu jam perjalanan.
  • Contoh kalimat biasa : Kami akan membahas isu perceraian Aktor A dengan Artis B dalam acara berdurasi tiga puluh menit ini.
  • Contoh kalimat Feny Rose : Mahligai pernikahan aktor A dan artis B terguncang . Akankah perpisahan menjadi akhir dari kisah asmara dua insan manusia ini? Apakah benar rumor yang beredar bahwa keretakan ini dipicu oleh adanya pihak ketiga. Semua pertanyaan ini akan kami kuak dengan investigasi yang aktual dan tajam selama setengah jam ke depan. Setengah jam lebih cepat dari waktu perjalanan menuju bandara Internasional Sukarno Hatta jika anda bertempat tinggal di daerah hunian premium dan eksklusif di timur Jakarta.

Anyway, selama periode magang yang berlangsung selama lima bulan, saya ditugaskan selama dua bulan untuk membantu di perpustakaan dan tiga bulan di departemen IT. Sekolah ini memuat jenjang pendidikan dari pre-school sampai secondary school (SMA) yang semuanya menggunakan perpustakaan yang sama karena itu koleksi bukunya sangat variatif dan cukup lengkap bahkan juga termasuk judul-judul buku fiksi maupun non-fiksi pemenang pulitzer atau booker prize.

Hari-hari saya saat itu cukup menyenangkan karena saya bisa membaca seharian sambil mengawasi anak-anak imut dan mengamati guru pre-school yang tidak kalah imut, contohnya Miss Stefani. Oh Miss Stefani, aku padamu <3. Masih ingat ga lu sama si Miss Stefani, fi? (Pembaca : Heh, fi?. Saya : Anu, maksudnya pertanyaan buat teman magang saya dulu.)

Perpustakaan juga kadang-kadang menjadi tempat para guru untuk bertemu sapa dan berbagi cerita. Saya jadi ingat tentang anekdot yang pernah diceritakan salah satu guru dalam sesi perbincangan mengenai fungsi dari beberapa bahasa yang diajarkan di sekolah menurut seorang murid.

Chinese is for talking with mommy and daddy, English is for talking with teacher, Indonesian is for talking with “mbak”.

Hah! Jokes on you, anak kecil yang mungkin / mungkin bukan tokoh rekaan salah satu guru di saat bincang santai hari Jumat sore bersama rekan kerja, dua teman Korea saya yang lulusan studi Bahasa Indonesia di HUFS (Hankuk University of Foreign Studies) berbicara dengan saya menggunakan Bahasa Indonesia padahal saya bukan “mbak”! Dasar anak kecil ga tau apa-apa tentang kehidupan!

Memasuki akhir dari periode magang kami, sekolah mengadakan pentas teatrikal yang menyajikan cuplikan-cuplikan dari musikal Broadway terkenal. Sebagai anak magang, kami berdua turut membantu dalam urusan perlengkapan melalui saluran tenaga fisik untuk angkat-mengangkat properti acara maupun konsumsi. Selama periode latihan, saya jadi sering mendengar lagu-lagu musikal termasuk musikal “Annie” di atas. Musikal ini adalah satu-satunya yang sempat saya tonton karena saat itu sedang tidak disibukkan dengan operasional. Karakter Annie merupakan gadis cilik yatim piatu yang tegar dan lagu ini merupakan simbol harapan baginya. “The sun’ll come out tomorrow “.

Akhir-akhir ini saya sering menyanyikan lagu ini di dalam hati saat lembur.

CURHAT TIME!

Saya sangat stress akhir-akhir ini. Mungkin bisa dilihat dari jarangnya saya ngeblog lagi. Dua bulan absen! Di projek saya yang sekarang, saya menangani tiga produk yang berbeda bahasa pemrograman. Untuk legacy system, saya mesti programming ASP, untuk aplikasi iOS yang baru saya harus mengerti objective-C dan untuk sistem yang baru saya mesti programming Spring framework. Padahal saya cuma expert di Java, iOS juga baru belajar enam bulan yang lalu. ASP bisa sih, cuma agak susah karena programmingnya cuma pakai notepad++.

Seakan-akan level kesulitan belum cukup tinggi, karena ini adalah proyek banking, akses internet sangat terbatas bahkan untuk legacy system yang ASP saya tidak bisa koneksi ke internet. Terpaksa googling pakai iPhone 5s saya yang baru dibeli empat bulan yang lalu.

Selain itu, solusi third party untuk security juga menggunakan library dari perusahaan lain yang semua manual nya menggunakan bahasa Korea. Oh man. Karena saya satu-satunya “programmer iOS” di projek, saya harus bekerja sendiri. Selain itu di beberapa kesempatan juga harus live coding di depan client untuk iOS. Selama satu bulan penuh saya pulang di atas jam 10. Rekor malah sampai jam 5 pagi.

Saya jadi sering bolos kelas bible study di HUFS dan sering ditanya sama cewek_korea_imut_cuma_teman#2 (ckict#2), ckict#4, dan ckict#5 melalui kakao talk. “Daniel, are you busy too today? (emoticon sedih).”

Capek euy.

The sun’ll come out tomorrow Bet your bottom dollar that tomorrow, there’ll be sun Just thinkin’ about tomorrow Clears away the cobwebs and the sorrow till’ there’s none When I’m stuck in the day that’s grey and lonely I just stick up my chin and grin and say oh The sun’ll come out tomorrow So you got to hang on till’ tomorrow, come what may! Tomorrow, tomorrow, I love ya, tomorrow You’re always a day away!

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (18-bersambung)

Daniel, tau ga gimana caranya supaya bisa masuk Islam?

-Teman kantor

Tepat sebulan yang lalu kantor saya berpartisipasi dalam acara ICT Expo di Jakarta. Persiapan expo sebenarnya sudah dimulai dua bulan sebelum expo dimulai. Awalnya saya diminta untuk mengatur persiapan expo mulai dari pemilihan dan reservasi booth sampai ikut menyiapkan materi yang akan ditampilkan di booth. Sayangnya, dua minggu persiapan berjalan saya terpaksa ditarik untuk membantu di projek banking yang bertempat di bilangan Euljiro. Yah, ga jadi pulang kampung dibayarin kantor deh.

Walaupun saya sudah tidak bertugas di bagian persiapan expo, saya masih tetap mengikuti perkembangan terbaru dari teman kantor saya sesama orang Indonesia karena bagaimanapun juga ini menyangkut masa depan kami di kantor ini. Kalau saya bertugas memilih dan mengurus pembayaran booth, teman saya bertugas memilih dan mengurus pembayaran SPG (Sales Promotion Girl) untuk membantu menjaga booth kami.

Meskipun tidak disuruh, tapi karena didorong inisiatif yang tinggi, saya membantu dia untuk mencari SPG yang cocok. Melalui pencarian di google, saya baru tahu kalau ternyata ada banyak agensi yang menyediakan layanan “penyewaan SPG” maupun penyewaan SPG. Namun, di tulisan ini saya hanya akan membahas yang tanpa tanda kutip.

Saya mendapati ada beberapa agensi yang mengelompokkan para SPG dalam beberapa kategori yang faktor pembedanya cukup membuat saya mengernyitkan dahi. Contoh yang cukup wajar misalnya tingkat pendidikan, penampilan menarik dan menguasai bahasa asing. Contoh yang cukup aneh misalnya berkulit putih (oriental) termasuk dalam kategori yang lebih superior. Tampaknya hukum ekonomi memang lebih berpihak pada panlok daripada IGO.

Karena tidak disuruh, saya tidak dimintai pendapat dan tidak memberikan rekomendasi dari berbagai website yang juga menyertakan foto dari para model. Jadi, sebenarnya saya tidak ada urusannya dengan rekrutmen SPG. Istilahnya sama kalau waktu jaman cari-cari DVD bajakan di mangga dua. “Boleh koh, DVD-nya. Ada yang dicari?”. “Nggak ci, cuman liat-liat aja.”

Dari beberapa orang kantor yang ikut ke Indonesia, teman kantor saya yang orang Amerika keturunan Korea atau istilahnya Gyopo, juga ikut. Sepulangnya dari expo, di sesi minum-minum bersama sambil menceritakan pengalaman dan hasil expo, si Gyopo bertanya kepada saya pertanyaan di awal tulisan ini. Tampaknya hatinya tertambat pada Rere (bukan nama sebenarnya –red), sang mahasiswi ekonomi dari salah satu universitas swasta di Jakarta yang berpenampilan menarik dan menguasai bahasa asing. SPG kategori spesial dari agensi penyalur SPG profesional yang faktor pembedanya tidak menyertakan warna kulit dan keturunan.


Akhirnya bulan Juni! Bulan yang penuh dengan kegiatan yang menyenangkan karena banyak konser musik klasik yang bagus di bulan ini. Satu hal yang jelas, mulai bulan ini sampai sepanjang musim panas, setiap hari Sabtu, Seoul Pops Orchestra akan mengadakan konser outdoor gratis di Children’s Grand Park dekat rumah setiap jam 7 malam. Tahun ini juga saya akan mengulang pengalaman saya tahun lalu yaitu menonton setelah berolahraga mengelilingi track lari di dalam taman. Setelah tubuh tersegarkan kembali setelah berolahraga, jiwa juga segar kembali oleh suguhan musik.

Lazimnya, di taman ini banyak mahasiswi dan ibu-ibu muda yang juga berolahraga karena ingin menjaga kebugaran. Saya biasa lari di belakang mereka. Alasannya bukan karena saya mesum dan ingin melihat pakaian dalam yang nampak karena t-shirt putih basah oleh keringat, tapi karena mereka memang sering lari jadi pace atau ritme nya teratur. Dengan mengikuti pace merekayang teratur membuat nafas teratur dan aliran darah….. ke kaki juga teratur. Pembaca tolong jangan mesum deh.

Saya harus sudah mulai teratur berolahraga agar nafas saya bisa lebih panjang.

Kenapa begitu? Pertanyaan yang bagus. Silahkan tepuk pundak anda sendiri.

Jawabannya adalah karena mulai bulan Juni ini saya dimasukkan dalam latihan flute ensemble yang diatur oleh guru flute kami. Ada empat orang anggota ensemble dan saya satu-satunya pria dan satu-satunya pemula sehingga saya hanya berperan sebagai forth flutist yang biasanya paling banyak hanya memainkan dua not dalam satu measure 4×4. Lumayan lah daripada ga ada. Karena itu saya harus sering latihan pernafasan agar tidak malu-maluin. Sekarang permainan flute saya sudah cukup memuaskan diri saya sendiri. Beberapa repertoire saya termasuk “Air on the G-string” gubahan Bach, Theme song-nya Mario Bros, “Blue Danube” nya Strauss dan lagu-lagu Kidung Jemaat.

Selain itu, bulan ini saya sudah booking dua konser yang sudah saya tunggu-tunggu. Yang pertama adalah kompilasi musik klasik populer yang ditampilkan di Sejong Chamber Hall, bangunan besar yang terletak di samping Gwanghwamun. Yang kedua Mozart Clarinet Concerto dan kumpulan musik opera William Tell gubahan Rossini yang ditampilkan di Seoul Arts Center.

Nonton bareng siapa Tom?

Sampai sekarang sih sendirian… tapi beli tiketnya dua. Hidup Jokowi! (Anu, nomor dua, gitu maksudnya. Beli tiketnya dua terus kan kebetulan Jokowi nomor urut dua, gitu.)

*Eh tapi kalau ada yang mau nonton bareng gitu, boleh lho. Siapa tau kan ada kan ya… (Udah kayak judul lagunya Eagles, Desperado)

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (17–bersambung)

Mungkin ada beberapa perbedaan antara kecoa Korea dan kecoa Indonesia. Tapi kalau menurut pengamatan dengan mata telanjang, hanya satu yang bisa saya temukan, yaitu ukurannya relatif lebih kecil.

Saat saya mengamati bangkai kecoa yang remuk karena ditepuk dengan buku “A First Book of Classical Music for the Beginning Pianist”, pengamatan di atas adalah yang pertama muncul dalam benak saya. Hal kedua adalah keharusan untuk membersihkan kamar dan meja saya yang di atasnya masih terdapat bungkusan McD yang berisi separuh BigMac. Kalau ada yang pernah membaca artikel tentang bahan pengawet di burger McD yang menyebabkan penampilannya masih terlihat segar setelah setahun, saya bisa mengatakan dengan bukti bahwa setelah tiga minggu penampilannya masih terlihat segar.

Selagi membersihkan kamar, saya juga mulai mengumpulkan koin-koin recehan yang tersebar di kamar saya. Setelah dihitung-hitung, totalnya mencapai 50.000 won. Agak kecewa juga sih. Masak setelah empat tahun di Korea, uang receh saya cuma segitu. Tapi apa boleh buat, setelah pindah dari asrama kampus ke gosiwon di Busan dan kemudian pindah ke gosiwon di Seoul dan akhirnya tinggal di one room, pasti ada beberapa ribu yang tercecer sewaktu mengepak barang.

Saya agak bingung memikirkan cara pemanfaatan koin-koin tersebut. Saya agak gengsi kalau menggunakannya di family mart langganan dekat rumah. Saya takut image upper middle class salaryman yang ingin saya bangun terhadap mbak-mbak ramah penjaga mart part-time ternoda dengan aksi ini.

Saya pun memutuskan untuk menggunakannya di mesin pengisi saldo T-money (kartu transportasi) dalam stasiun metro. Saya sengaja memilih waktu tengah malam untuk melaksanakan rencana saya agar tidak dilihat banyak orang saat membawa kantongan plastik berisi recehan. Satu hal yang luput dari analisa saya adalah fakta bahwa saya tinggal di dekat dua universitas sehingga walaupun larut malam, stasiun metro juga masih dipadati para mahasiswa. “Ya sudahlah”, pikir saya. Tidak ada gunanya mundur di tengah jalan.

Ada tiga mesin pengisi otomatis yang berderet di dalam stasiun Children Grand Park. Saya memilih yang paling kiri karena yang tengah sering rusak sedangkan yang kanan terlalu jauh. Setelah memilih menu pengisian kartu, saya mulai memasukkan koin ratusan satu-persatu. Agak membosankan dan lama sih karena proses memasukkan koin sekitar tiga detik dan deteksi koin oleh mesin memakan waktu sekitar satu detik. Jadi untuk setiap seratus won memakan empat detik. Saya memilih pengisian lima ribu won di menu awal sehingga proses ini akan memakan waktu tiga menit dua puluh detik. Satu menit empat puluh detik dan dua ribu lima ratus won kemudian, tiba-tiba mesin mengeluarkan suara dan ada peringatan di layar. Saya tidak sempat membaca pesan peringatan karena perhatian saya tertuju kepada hal lain.

Pernah mendengar suara dua puluh lima keping koin jatuh hampir bersaman ke atas wadah seng dari ketinggian sekitar dua puluh sentimeter? Saya pernah. Berisik sekali. Walaupun mungkin tidak seberisik suara yang masuk di telinga saya saat itu. Seketika itu, saya menjadi pusat perhatian orang-orang radius sepuluh meter. Beberapa keping malah keluar dari wadah dan jatuh ke lantai. Sambil menahan malu, saya membuka lagi kantongan plastik saya dan mulai memungut koin di wadah dan kepingan koin yang jatuh ke lantai seperti harga diri saya saat itu. Mungkin ada beberapa yang terlewat tapi bukan itu prioritas saya saat itu. Selagi pergi meninggalkan stasiun tanpa menuntaskan rencana awal, saya menyadari bahwa keramik lantai stasiun berwarna krem. Hal yang tidak pernah saya amati sebelumnya karena di hari biasa saya tidak melihat ke bawah sepanjang jalan karena menahan malu.

Saya masih penasaran dengan alasan mesin memuntahkan koin-koin saya. Mungkin karena melewati rentang waktu pengisian atau mungkin melewati jumlah maksimal koin yang bisa dimasukkan dalam satu sesi pengisian. Hanya ada satu hal yang bisa memuaskan rasa penasaran saya yaitu isi teks peringatan pada layar mesin. Sampai saat ini, teks peringatan apa yang muncul di mesin saat itu masih menjadi misteri. Misteri yang tidak ingin saya pecahkan.

Mungkin di antara orang yang ada di stasiun tidak ada yang peduli dengan kejadian itu. Tapi gambar yang muncul di kepala saya adalah sepanjang jalan menuju pintu keluar orang-orang menujuk saya sambil menyahut “Dasar lower middle class!”

Kegiatan-kegiatan selama kerja di Seoul (16-bersambung)

“다음에 나이트 할까?” (Mau pergi ke tempat esek-esek habis ini?)

– Chajangnim (Supervisor langsung saya)

Pembaca : Hi, Tom, What’s up?

My salary. Yeah!

Beberapa minggu yang lalu akhirnya saya kembali sebentar ke kantor pusat setelah lama mengerjakan project aplikasi banking di tempat klien. Kalau ada yang mengeluhkan banyaknya error di aplikasi iPhone untuk mobile banking KEB, saya minta maaf. Anyway, kedatangan saya adalah untuk membahas dua agenda utama, yaitu kontrak baru dan rencana cuti saya ke Indonesia.

Karena ada beberapa hal lain yang perlu dibicarakan termasuk perkembangan rencana perusahaan untuk mendirikan booth di acara ICT Expo di Jakarta bulan Mei ini, negosiasi kontrak langsung dilakukan bersama pak bos CEO. Setelah masalah pekerjaan selesai didiskusikan, kami langsung membicarakan kontrak baru saya.

Bos : Jadi, Daniel. Kontrak baru, gaji baru ya pastinya.
Saya : Pengennya sih.
Bos : Kamu mau berapa? Biasanya sih, gaji naik sekitar 10-15%.
Saya : Saya mau sekian (di atas 15%).
Bos : Oke.
Saya : Saya juga mau pulang sebentar ke Indonesia, jadi mulai kerjanya ditunda dulu. 3 minggu?
Bos : 2 minggu.
Saya : Oke.

Dengan berakhirnya pembicaraan singkat tersebut, resmi sudah komitmen saya untuk tetap tinggal di Korea selama setidaknya satu tahun ke depan. Setelah perundingan selesai, saya pun dipersilahkan ke HRD untuk mengurus dokumen yang diperlukan. Sebelum meninggalkan ruangannya, kami berjabat tangan dan bos berkata “수고했어요, 다니엘 대리님” (Kamu sudah melakukan pekerjaan yang bagus, Asisten Kepala Seksi Daniel).”

Yup, 대리님 (Derinim – Asisten Kepala Seksi). Akhirnya, setelah dua tahun mengabdi, saya naik pangkat dari 사원 (Sawon – Staff Umum) menjadi derinim. Tiba-tiba saya merasakan ada letupan kekuatan baru dalam diri saya. So much power. Sekarang saya bisa menyuruh-nyuruh sawon. Tidak ada lagi menyiapkan gelas, sumpit dan sendok saat makan bersama. Orang yang harus di-안녕하세요/먼저 가볼겠습니다. (Selamat pagi/Saya permisi pulang dulu) setiap masuk dan pulang kantor berkurang. Mungkin(?) tidak ada lagi angkut-angkut barang. Saya bisa pakai 반말 (banmal –tata bahasa kasual) ke para sawon! Oh…betapa indahnya kehidupan ini!

Tapi saya berjanji tidak akan menggunakan kekuatan baru saya ini untuk menindas para sawon yang lemah. Saya akan menggunakannya untuk kebaikan. Terutama untuk kebaikan para sawon wanita yang perlu untuk saya bimbing dan arahkan.


Suatu hari di ruang pantry yang sepi, di saat seorang sawon wanita sedang bersiap untuk menikmati makan siang, dua orang sawon pria mulai mengganggunya.

Sawon A (S A) dan Sawon B (S B): Staf umum 후배 (hube – junior)! Sini makan siang kamu. Jangan sampai kami rebut paksa lho.

Sawon cewek manis dengan rambut hitam panjang lurus tapi di ujungnya berombak sehingga terkesan glamour (SCMDRHPLTDUBSTG) : Jangan dong Staf umum 선배 (sonbe –senior). Saya lapar, belum makan dari pagi.

S A dan S B : Ga mau tau. Sini!

S B mulai merebut paksa dosirak (bento-nya korea) dari genggaman SCMDRHPLTDUBSTG, namun karena ditarik terlalu kasar, ia terkulai dan isi dosirak pun berhamburan keluar.

Air mata mulai menetes dari sudut mata SCMDRHPLTDUBSTG.

S A dan S B : Elu sih!!

Daniel Derinim (Saya) : Ada apa ini ribut-ribut!

S A, S B dan SCMDRHPLTDUBSTG : Asisten Kepala Seksi Daniel!

Daniel Derinim (Saya) : Apa-apaan ini. Berani-beraninya kalian mengganggu staf umum yang lemah. Sana pergi benerin printer.

S A dan S B : Maaf Asisten Kepala Seksi Daniel, kami tidak bermaksud. Sekarang kami akan secepatnya membenarkan printer.

S A dan S B setengah berlari meninggalkan pantry dan sedikit membungkuk ke arah Daniel Derinim sebelum meninggalkan ruangan. SCMDRHPLTDUBSTG masih setengah berbaring dengan posisi klise wanita tertindas ala sinetron (badan ditopang tangan dan kedua kaki paralel membentuk huruf L)

Daniel Derinim (Saya) : Kamu ga papa?

SCMDRHPLTDUBSTG : Ga pa pah, Asisten Kepala Seksi Daniel. Makasih udah bantuin aku. (sambil tersipu malu).

Daniel Derinim (Saya) : Lain kali kalau staf umum yang lain mengganggu kamu, lapor sama aku. Aku akan selalu menjaga dan membimbing kamu. Itu sudah menjadi tugasku. Kamu belum sempat makan siang kan? Ayo makan siang bareng. Kaki kamu ga apa-apa? Apa mau aku piggyback?

SCMDRHPLTDUBSTG : Hah? Oh. Bo…bo…boleh Asisten Kepala Seksi Daniel. Ma..makasih.


Ah….musim semi sudah tiba!